Semoga kita meraih kemenangan

Dalam kitabnya Ihya ‘Ulumiddin, Imam Ghazali membagi nafsu dalam beberapa golongan. Pertama, nafsu amarah. Yakni, nafsu yang belum mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan, belum mendapatkan tuntunan, belum dapat menentukan yang bermanfaat dengan yang mafsadat, tetapi pada dasarnya nafsu ini mendorong pada perbuatan yang tidak terpuji.

Nafsu amarah menimbulkan tindakan khianat dengan segala akibat-akibatnya. Enggan menerima nasehat dan petunjuk yang baik. Bahkan semua nasehat dan petunjuk dianggap lawan. Dianggap pula sebagai penghalang tujuan. la gembira menerima bisikan iblis dan setan yang menyesatkan.

Semua yang bertentangan dengan dengan keinginannya dianggap musuh. Sebaliknya semua yang sejalan dengan dengan kehendaknya dianggap sahabat karibnya.

Kedua, nafsu lawwamah. Ini adalah nafsu yang memiliki rasa insaf dan menyesal setelah melakukan suatu pelanggaran. Ia tidak berani melakukan sesuatu dengan terang-terangan, tetapi dengan sembunyi-sembunyi. Sebab ia tahu akibatnya. Hanya saja nafsu ini, belum bisa mengekang nafsu jahat. Karena itu nafsu lawwamah selalu cenderung pada perbuatan maksiat dan mafsadat.

Setelah mengerjakan sesuatu yang buruk, maka nafsu itu merasa menyesal. Kemudian berharap agar kejahatan itu tak terulang kembali. Bahkan ia berharap mendapat ampunan atas dosa yang telah dilakukan.

Ketiga, nafsu musawwalah. Ini adalah nafsu yang dapat membedakan antara nafsu baik dan buruk. Meskipun menurut nafsu ini, mengerjakan yang baik dan yang buruk sama saja. Orang yang memiliki nafsu ini melakukan keburukan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, tidak berani dengan terang-terangan. Sebab sudah ada rasa malu terhadap orang lain yang mengetahui keburukan itu. Jadi posisi nafsu ini, masih condong pada maksiat ketimbang kebaikan. Kelebihannya, ia masih mau bertanya pada akalnya terlebih dulu sebelum berbuat sesuatu. Jadi ia berusaha agar tindakannya jangan sampai diketahui orang lain.

Keempat, nafsu mulhamah. Pemiliknya adalah orang yang mendapatkan ilham dari Allah, dikarunia ilmu pengetahuan dan akhlak yang terpuji. Nafsu ini merupakan sumber kesabaran, rasa syukur dan keuletan dalam melakukan kebaikan.

Kelima, nafsu raadhiyah. Yakni, nafsu yang diridhai Allah. Di sini Anda sudah memiliki sikap yang baik, mensyukuri nikmat, qanaah atau merasa puas dengan apa adanya.

Keenam, nafsu mardhiyah. Adalah nafsu yang diridhai Allah. Yaitu keridhaan yang dapat terlihat pada anugerah yang diberikan-Nya, berupa: senantiasa berzikir, ikhlas, memiliki karamah, dan mendapatkan kemuliaan.

Ketujuh, nafsu kamilah. Yakni nafsu yang sudah sempurna baik bentuk maupun dasarnya.

Kedelapan, nafsu muthmainnah. Nafsu yang membikin jiwa bisa tenang, yang mampu melahirkan sikap dan perbuatan yang terpuji, membentengi diri dari serangan kejahatan dan kekejian. Mendorong kebaikan dan menghindarkan diri dari pekerjaan yang keji dan yang mungkar.

Dapat kita simpulkan, garis besarnya nafsu terbagi dua. Yaitu nafsu tercela dan nafsu terpuji. Yang pertama, nafsu yang mendorong kita kepada kehendak-kehendak jahat. Yang kedua, nafsu yang mengarahkan kita kepada hal-hal: kebaikan, seperti mencari penghidupan yang halal, menambah ilmu dan meningkatan keterampilan.

Idul Fitri juga disebut hari raya kemenangan. Kemenangan itu diraih karena telah sukses mengendalikan hawa nafsu selama sebulan penuh, sehingga mengantarkan pada level yang disebut Imam Ghazali nafsu muthmainnah. Nafsu yang membuat jiwa bisa tenang yang nampu melahirkan sikap dan perbuatan terpuji, dan membentengi diri dari serangan kejahatan dan kekejian. Juga mendorong kebaikan dan menghindarkan diri dari pekerjaan yang keji dan yang mungkar.

Semoga kita meraih kemenangan.