Puasa dan Kesalehan Sosial

Memasuki tanggal 23 Maret 2023 ini umat Islam di seluruh dunia mulai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan 1444 H yang penuh berkah ini.
Puasa merupakan perintah Allah SWT kepada setiap orang beriman di muka bumi. Tujuan puasa sebagaimana dalam Al Qur’an surah Al-Baqarah:183, di akhir ayatnya, adalah supaya kita menjadi orang yang bertakwa.
Takwa dimaknai sebagai sikap patuh, mengikuti apa yang diperintahkan, dan meninggalkan apa yang dilarang, oleh Allah SWT.
Puasa diharapkan tidak hanya untuk memproduksi kesalehan pribadi yang berpuasa. Namun lebih dari itu, harus bisa membangun kesalehan social, terutama membangun solidaritas dan empati kepada masyarakat.
Perintah puasa bukan suatu amaliah baru bagi umat Islam. Karena seperti yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, ibadah puasa sudah diperintahkan kepada umat manusia sejak lama. Karena itu kita yakin, khusnudzan, bahwa perintah puasa di bulan Ramadan ini banyak manfaatnya. Banyak hikmahnya. Dalam ajaran Islam, puasa Ramadan merupakan salah satu rukun Islam selain syahadat, salat, zakat dan naik haji.
Puasa Ramadan merupakan ibadah yang sangat istimewa yang memiliki berbagai keutamaan yang disediakan Allah untuk hamba-Nya yang menjalankan ibadah puasa. Sebagai umat Islam yang taat tentu tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan puasa di bulan Ramadan, terutama yang sudah berstatus balig, kecuali ada unsur-unsur syar’i yang membolehkan dia untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan ini.
Esensi Puasa
Ternyata, tidak makan sehari saja terasa betapa laparnya dan itu membuat kita bisa merasakan bagaimana hidup tanpa ada makanan atau minuman. Dan makanan yang paling nikmat adalah apabila dimakan pada saat perut benar-benar merasa lapar. Tidak ada makanan yang enak rasanya apabila perut kita dalam keadaan kenyang.
Kesalehan sosial akan muncul bagi pribadi yang melaksanakan puasa. Itu sebenarnya substansi yang kita ambil dari spirit rohaniah puasa di bulan Ramadan ini.
Apabila puasa hanya untuk menahan lapar dan dahaga, tanpa mendapat hikmah apapun, maka dia termasuk orang yang merugi. Puasa sebaiknya dapat meningkatkan kesalehan pribadi, dan menumbuhkan kesalehan yang lebih luas lagi kepada orang lain, yaitu kesalehan sosial.
Terdapat tiga tingkatan orang berpuasa menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya ‘Ulumuddin, yaitu puasanya orang awam (shaumul umum), puasa khusus (shaumul khusus), dan puasa khusus dari khusus (shaumul khususil khusus).
Puasa memiliki kedudukan istimewa dibandingkan dengan ibadah lainnya, karena puasa mendapatkan ganjaran langsung dari Allah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Rabb kalian berfirman, Setiap kebaikan diberi pahala sebanyak 10 kali lipat hingga 700 kali lipat, sedangkan puasa untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan memberi pahala puasanya (tanpa batasan jumlah pahala)” (H.R Tirmizi 695).
Demikian istimewanya puasa, sehingga disebutkan bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi misk (minyak wangi).
Allah menjanjikan berbagai hikmah bagi setiap umat Islam yang menjalankan ibadah puasa, yang tak hanya untuk individu, melainkan juga untuk sosial. Ibadah puasa tak hanya akan membentuk seseorang menjadi saleh secara individu, melainkan juga untuk mengajarkan dan mendidik kita untuk lebih peduli dengan lingkungan, sesama, bahkan kepada seluruh makhluk Tuhan di muka bumi.
Kesalehan Sosial
Ada enam hikmah puasa di bulan Ramadan ini yang akan membangun kesalehan social seseorang, yaitu taat aturan, empati, disiplin waktu, sabar, tegar, dan kepasrahan.
Perintah untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadhan sudah jelas disampaikan dalam Al- Qur’an dan Nabi Muhammad SAW sudah menjelaskan dengan gamblang perintah puasa. Ramadan merupakan bulan pendidikan mental spiritual dalam rangka belajar istiqamah dan optimalisasi ketaatan. Setiap umat Islam diuji ketakwaannya apakah akan melaksanakan atau meninggalkan. Karena sudah jelas disebutkan bahwa perintah puasa Ramadhan itu memang untuk menunjukkan ketakwaan seseorang, ketaatan seseorang terhadap perintah Allah SWT.
Sebagai perintah wajib, maka seseorang yang menunaikan kewajibannya maka dia akan mendapat ganjaran dari Allah SWT dan apabila meninggalkan, maka dia akan mendapatkan dosa.
Dengan menjalankan ibadah puasa, kita dididik untuk merasakan rasanya lapar dan dahaga. Kita tidak hanya tahu lapar secara teori bagaimana itu rasa lapar. Tapi langsung merasakan bagaimana pedihnya rasa lapar. Namun lapar dalam ajaran Islam mempunyai nilai edukasi dan spiritual, karena jelas waktunya, yaitu dari subuh hingga magrib.
Di waktu buka puasa inilah kita merasakan rasanya makan dan minum yang menghilangkan lapar dan dahaga seharian. Sementara saudara kita yang kelaparan, mereka tidak tahu kapan lapar dan dahaga itu akan sirna, karena mereka lapar tanpa batas. Perasaan empati inilah yang akan menghadirkan hikmah puasa yang diperintahkan oleh Allah SWT setahun sekali, yaitu bulan Ramadhan.
Umat Islam hanya diwajibkan sebulan untuk ikut merasakan lapar dan dahaga, yaitu di bulan Ramadan. Karena itu ibadah puasa di bulan Ramadan merupakan salah satu rukun Islam.
Dengan berpuasa, kita dididik untuk disiplin dengan waktu. Ketika sudah memasuki waktu imsak, maka setiap umat Islam akan berhenti makan dan minum. Begitu pun ketika sudah datang waktu azan Magrib, semua diperintahkan untuk berbuka. Siapa pun orangnya, kalau sudah azan berkumandang waktu subuh, maka dia harus berhenti makan dan minum. Tidak bisa ditawar-tawar. Dan kalau azan magrib sudah tiba, maka dia tidak boleh lagi perpuasa. Inilah disiplin waktu beribadah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang merupakan suatu ibadah yang juga dilakukan oleh para nabi sebelumnya, karena perintah puasa sudah diwajibkan kepada umat-umat terdahulu.
Setiap orang membutuhkan stamina yang prima untuk mendukung aktivitas sehari-hari. Setiap orang yang berpuasa pasti merasakan haus dan lapar. Bila orang dalam keadaan lapar dan haus mampu mengontrol emosinya, apalagi orang yang dalam keadaan kenyang. Maka kita sangat dididik dalam sebulan penuh.
Orang yang menjalankan ibadah puasa benar-benar ditempa untuk menjadi manusia yang lebih banyak bersabar, baik bersabar karena ketaatan kita kepada Allah, bersabar meninggalkan larangan Allah atau maksiat dan bersabar karena musibah. Salah satu kesabaran yang kita hadapi saat ini adalah, sabar menjalankan perintah Allah, yakni berpuasa di bulan Ramadan.
Puasa merupakan proses mengendalikan hawa nafsu yang ada di dalam diri kita. Ketika seseorang berpuasa maka dia sedang bersabar untuk sesuatu yang menyenangkan dan mengenakkan, seperti makan, minum, berhubungan badan, dan mengendalikan emosi sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan bahwa sabar itu terbagi menjadi tiga, yaitu sabar atas ketaatan kepada Allah, sabar atas (menjauhi) hal-hal yang diharamkan Allah, dan sabar atas ketetapan Allah yang pahit (atau susah).
Dalam satu hadis qudsi Nabi mengatakan bahwa “Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Hadis ini menjadi menarik bila didiskusikan karena bukankah setiap ibadah apabila dikerjakan hanya semata-mata untuk Allah dan mengharap ridhanya, maka Allah pula yang akan memberikan balasan di akhirat kelak.
Kemudian mengapa di dalam riwayat di atas, Allah secara khusus menyebutkan “puasa untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, di dalam Fathul Baari, penyebutan “puasa adalah untukKu dan Aku yang akan membalasnya”, sebagai sebuah penghormatan kepada orang yang melaksanakannya.
Dalam ibadah puasa tidak ada unsur riya (pamrih). Puasa merupakan ibadah rahasia yang pelaksanaannya tidak nampak oleh manusia, bahkan puasa merupakan ibadah yang hanya ada di dalam hati. Hal ini sesuai dengan sabda nabi bahwa tidak ada riya dalam puasa.
Puasa adalah ibadah yang di dalamnya ada niat dan realisasi dari niat itu hanya Allah yang tahu, apakah puasa karena ibadah kepada Allah atau karena yang lain.
Penutup
Orang yang tak pernah merasakan kekurangan dan kelaparan, maka dia tidak akan pernah mengerti bagaimana rasanya lapar dan dahaga. Karena itu puasa mengajarkan kita bahwa setiap ibadah yang diperintah oleh Allah pasti mempunyai hikmah untuk menjadikan hamba-Nya lebih baik dan lebih baik lagi. Baik untuk kepentingan individunya maupun untuk kepentingan hidup dalam sosial kemasyarakatan.
Kita mesti biasa menjaga puasa agar tidak hanya sekadar rutinitas semata, atau sekadar menggugurkan kewajiban karena datangnya bulan Ramadhan. karena Rasulullah saw. bersabda, “Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan pahalanya selain lapar, dan berapa banyak orang yang salat malam tidak mendapatkan selain begadang”. (H.R. Ibnu Majah).
Ayo kita jadikan Ramadan ini sebagai momentum merajut kasih kepada sesama manusia atas nama sesama hamba Allah SWT.
Legoso, 22 Maret 2023
Pengurus DPP GUPPI
Pembina Yayasan Al Inayah Tangerang Selatan.
Pembina Yayasan Pendidikan Al-Ihsan Indonesia (YPAI) Anyar, Serang,