Herman Ramli, Pensiunan Depnaker yang Psikolog

Jarang kita mendengar orang Balingka, sebuah nagari (desa) di Kec. IV Koto, Kab. Agam, Sumbar,  menggeluti bidang psikologi. Warga di kaki Gunung Singgalang ini biasanya pedagang, ulama atau bidang keilmuan lain, tetapi yang ini  bahkan membuka lembaga konsultan psikologi. Jika kita mengunjungi kota Padang, pada sebuah ruko terpampang kantor Lembaga Psikologi Dwi Dharma, persisnya terletak di Jalan S. Parman No.236 F Ulak Karang. Ternyata, pendiri dan pengelolanya adalah asli orang Balingka. Ia adalah Drs. Herman Ramli, orang Pahambatan yang sudah lama bermukim di Padang bersama istri dan dua orang anaknya.

Anaknya yang perempuan  seorang dokter gigi, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Baitur Rahmah, Padang,  sedangkan anak perempuannya yang satu lagi mengikuti jejaknya sebagai psikolog lulusan Universitas Putera Indonesia, Padang.  Kini sang anak  meneruskan lembaga psikologi yang didirikan ayahnya.

Herman Ramli, yang akrab disapa warga Padang, Da Men, kini berusia 75 tahun. Hampir sebagian besar waktunya dihabiskan di ibukota Sumatera Barat ini. Ternyata Herman Ramli, bukan saja seorang psikolog ia juga pensiunan pegawai Kementerian  Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pensiun tahun 2002 dengan jabatan terakhir Wakil Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumateta Barat.

Mengungkapkan pengalaman hidupnya Herman Ramli lahir di Balingka, berasal dari jorong Pahambatan. Rumah orang tuanya di Parak Tatenggek. Sekarang ini masuk dalam pasukuan atau penghulu Datuak Indo Balabiah.

Menjalani sekolah dasar di Balingka hanya sampai kelas IV SD, selanjutnya meneruskan SD, SMP dan SMA di Bukittinggi. Setelah tamat SMA tahun 1965 Herman bermaksud kuliah di Padang, tetapi oleh kakaknya mengajak ke Jogja. “Tentu saya tidak menolak, karena pendidikan di Jogja jelas lebih bagus,” kenangnya.

Herman sampai di Jogja akhir September l965 atau menjelang meletusnya pemberontakan G 30 S/PKI. Akibatnya, pendaftaran kuliah di Jogja mengalami penundaan. Menurut Herman, sebenarnya peristiwa berdarah itu tidak ada pengaruhnya di kota pendidikan tersebut. Jogja di bawah kekuasaan Sri Sultan Hamengkubuwono aman-aman saja. Partai Komunis Indonesia (PKI) nyaris tidak ada di Jogja. Jika ada yang mencemaskan hanyalah hubungan dengan daerah yang terputus. Dalam masa menunggu pendaftaran mahasiswa baru tersebut Herman menumpang di rumah dua tokoh Balingka yaitu di kediaman Prof. Muchtar Yahya, dosen IAIN Sunan Kalijaga Yogyaksrta dan  UGM, serta rumah Prof. Abdul Quddus dosen UGM yang juga berasal dari Balingka.

Hubungan dengan orang tua atau kampung halaman, menurut Herman, sejak ada peristiwa kudeta tersebut memang kurang lancar, tetapi karena tinggal di rumah Prof. Muchtar Yahya, Herman merasa agak tenang. “Kebetulan istri pertama beliau adalah kakak ibu saya, jadi cukup aman di situ,” kenangnya.

Seingat Hernan pendaftaran mahasiswa baru antara bulan November atau Desember 1965   Herman bercita-cita masuk Fakultas Kedokteran, dan cadangan ia mendaftar di Fakultas Psikologi. Tetapi, yang lulus ternyata di Fakultas Psikologi. Pada Januari 1966 Herman sudah mulai kuliah di Fakultas Psikologi UGM, dan sejak itu ia tinggal di Asrama Merapi-Singgalang, khusus untuk mahasiswa dari Sumatera Barat. “Ada niat saya untuk mencoba test ulang masuk fakultas kedokteran tahun berikutnya, tetapi setelah satu tahun kuliah di fakultas psikologi ternyata cukup menyenangkan,” paparnya.

Setelah menyelesaikan kuliah pada  1972 Herman mulai berfikir masuk ke dunia kerja. Mulanya, ia merantau ke Jakarta mencari pekerjaan, namun tidak mendapatkan gawean tetap. Untungnya ia bisa bertemu dengan teman-temannya yang sudah bekerja dan punya usaha, ia bisa bekerja secara lepas dengan mereka. Setelah tiga bulan di Jakarta dan belum juga punya pekerjaan sendiri, Herman mencoba menjajaki pekerjaan di Medan, kebetulan ada kakaknya disana. Namun, di kota ini  ternyata peluang kerja lebih terbatas dibanding  Jakarta. Hanya satu  bulan di Medan, Herman memutuskan kembali ke kampung halaman di Bukittinggi.

Sebagaimana biasa Herman mencoba mencari peluang kerja di Bukittinggi, namun tidak menemukan ada lowongan yang tersedia. Untungnya ada kesempatan menjadi dosen, ia diterima sebagai pengajar atau dosen luar biasa di IKIP Padang cabang Bukittinggi. Ini dijalaninya sekitar satu tahun lebih.

Pada  1980-an ada lowongan untuk menjadi PNS di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk itu ia mencoba melamar dan nasib baik ia diterima. Akhirnya Herman tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil/PNS (kini ASN/Aparatur Sipil Negara) Departemen  (kini Kementerian) Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kanwil Provinsi Sumatera Barat. Selama nenjadi ASN di  Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ia menolak jika di mutasi ke daerah lain, ia hanya bersedia bekerja di Sumbar khususnya di Padang. Setelah bekerja selama 20 tahun ia pensiun pada 2002 dengan jabatan terakhir Wakil Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Barat.

Alasan Herman enggan ditempatkan di daerah lain rupanya ada sebab tersendiri. Sejak menjadi ASN  di Kemnaker dan Transmigrasi rupanya ia sudah membuka Lembaga Konsultasi Psikologi Dwi Dharma. Otomatis kalau ia menjabat di luar Padang tentu lembaga yang didirikannya harus tutup, paling tidak ia tidak bisa memimpin secara langsung.

Kantor Lembaga Psikologi Dwi Dharma

Lembaga Psikologi yang didirikan Herman pada 1980-an itu memang cukup banyak menangani berbagai proyek. Yang terbesar di antaranya adalah para pelajar SMA yang ingin menentukan pilihan jurusan di perguruan tinggi meminta konsultasi pada lembaga psikologi yang dipimpinnya. Bahkan, sejak tahun 80-an itu pemilihan pejabat di lingkungan Pemda Sumatera Barat dan Walikota, kantor konsultan Herman yang dipercaya melakukan tes. “Pemerintah Sumatera Barat telah menempatkan saya sebagai tenaga psikologi untuk mentest pejabat di lingkungannya,” jelasnya 

Lembaga swasta di antaranya perbankan yang ada di Padang hampir seluruhnya menggunakan jasa milik Herman untuk melakukan test karyawan. “Saya juga melakukan test ke luar Padang, di antaranya ke Batam dan Tanjung Pinang,” ungkapnya.

Saat ini kiprah lembaga konsultan psikologi di Padang sedang mengalami masa surut. Menurut Herman, sejak ada komputer dan internet jasa psikologi tidak terlalu dibutuhkan. “Bank yang melakukan test terhadap calon karyawan, cukup dari Jakarta melalui komputer (online),” terangnya.

Meskipun demikian, lembaga konsultan psikologi milik Herman, hingga saat ini masih tetap eksis di kota Padang, walaupun kliennya tidak sebanyak dulu, masih ada yang butuh jasa konsultasi, dan tidak terbatas hanya pada tes tenaga kerja.

Herman Ramli, yang lulusan jurusan  psikologi industri, juga berperan mengembangkan fakultas psikologi di pergurusn tinggi di Sumatera Barat. Ia termasuk salah seorang pendiri fakultas psikologi di Universitas Negeri Padang (UNP) dan Universitas Putera Indonesia (UPI), sebuah perguruan tinggi swasta. Di Ikatan Keluarga Balingka (IKB) Padang ia pernah menjabat sebagai ketua. “Saya jarang pulang ke kampung, tapi kalau ada perhelatan yang penting saya hadir dan datang,” ujarnya.

Drs. Herman Ramli bersama keluarga