Imam Teguh Saptono (2): Merasa Dekat dengan Maut
Semula Imam Teguh Saptono (ITS) meyakini bahwa pandemi Covid-19 merupakan kejadian yang direncanakan, buah dari upaya modifikasi virus yang dilakukan oleh manusia guna menghasilkan senjata biologi untuk kepentingan suatu kelompok. Bahkan, alih-alih percaya, justru ia meyakini Covid itu kerja konspiratif, ada aktivitas berbau konspirasi di balik persebaran virus SARS CoV-2 yang menyebabkan penyakit tersebut. ITS pun menganggap SARS-CoV-2 tidak terlalu berbahaya sebagaimana yang diwartakan oleh media-media massa.
Selain itu, ia pun merasa aman dari virus corona karena telah melakoni disiplin protokol kesehatan dan menerapkan pola hidup sehat semenjak menderita penyakit akibat perlemakan hati beberapa tahun lalu. Sampai kemudian terpapar Covid-19! Ketika dikonfirmasi positif Covid-19 pun, muncul penolakan, karena merasa bisa menghindari penyakit itu setelah rutin berolahraga, minum berbagai macam vitamin dan obat-obatan herbal, makan sehat, dan disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Namun itu berangsur meningkatkan ketaknyamanan. Virus corona tipe baru mengobrak-abrik sistem pertahanan tubuhnya dan membuatnya merasa sudah berada dekat dengan maut. Infeksi virus itu memicu demam dan menggigil hebat serta menghadapi sindrom badai sitokin.Dokter yang merawatnya mengatakan, ia terkena badai sitokin sindrom jadilah harus menjalani perawatan intensif. Hal itu statement medis yang serius! Dalam kondisi serba tak nyaman itu, selain berdoa, ikhtiar yang kulakukan, ITS minta kawan dan kolega mengirim video pendek untuknya. Ia pun berangsur pulih dari Covid-19 setelah mendapat kumpulan video dukungan dari kawan-kawan selama menjalani perawatan di ruang isolasi.
ITS masuk rumah sakit hari keenam, dan masuk ICU hari ke-13. Kemudian oksigen di-full-kan itu tidak membantu. ITS pun mengalami diare, sampai akhirnya dokter memutuskan ITS harus dibantu ventilator. Dalam situasi serba tak nyaman itu, tiba-tiba suster datang bawa MP3 player karya dari istri dan sahabat saya yang isinya voice dan video teman SD, SMP, SMA, kuliah S1, S2, S3, teman-teman kantor, pokoknya komplit. Testimoni itu ia sampaikan dalam webinar bincang-bincang dengan tema perilaku hidup aman selama pandemi yang diselenggarakan Aksi Relawan Mandiri – Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (ARM HA IPB), disimak banyak orang.
“Saat itu aku merasa berada di titik terparah, hingga menganggap tidak lama lagi akan meninggal dunia karena Covid-19. Sebab, tabung oksigen sekalipun tak membantu, sehingga tim dokter memutuskan untuk memasang alat ventilator. Melalui kumpulan video kiriman kawan dan kolegaku, aku merasa mendapat induksi tentang masa lalu, mulai optimisme itu kembali, akupun termotivasi,” kata ITS.
Hanya dalam waktu empat hari, alat ventilator tersebut sudah dapat dicabut dari tubuhnya. Kata perawat, penggunaan alat ventilator selama empat hari merupakan rekor tersingkat di rumah sakit (RS) tempat ITS dirawat. Biasanya pemakaian ventilator itu seminggu ke atas, perawat yang kaget. Dokter pun memberikan selamat kepada ITS, ia tiga dari lima yang bangun penggunaan ventilator. “Itu membuatku amat bersyukur. Kondisi ini dalam istilah saya, anggota “alumni Covid-19 angkatan ventilator,” cetus ITS, Bersambung
Wartawan Panji Masyarakat (1997-2001).
Ia antara lain pernah bekerja di Aksi Cepat Tanggap (ACT) Jakarta.
Dan kini aktif di Indonesia Care, yang juga bergerak di bidang kemanusiaan.