Mansa Musa: Manusia Terkaya di Dunia yang Dikenal Berkat Perjalanan Hajinya
Orang ini mungkin satu-satunya figur yang dikenal berkat perjalanannya pulang balik dalam menunaikan ibadah haji.
Apa pasal? Harta benda yang ia bawa sebagai bekal dalam perjalanan, ditambah kedermawanannya yang mencapai level absurd.
Mansa (Raja) Musa adalah penguasa kekaisaran Mali (saat ini meliputi Mali, Sinegal, Gambia, Ghana dan Guinea) yang terletak di Afrika bagian barat.
Info tentang figur satu ini melulu kita dapat dari sejarawan muslim sendiri mulai dari Syihabudin Al-Umar, Taqiyudin Al-Maqrizi sampai Ibnu Khaldun.
Tahun 1324 M Mansa Musa naik haji.
Sejarawan mencatat bersamanya ikut pula 60 ribu pengawal dan 12 ribu budak yang membawa sekitar 13 ton emas.
Dan, tentu saja, harta sebanyak itu bukan sekedar untuk dimakan sang raja dan rombongan jumbonya.
Sepanjang jalan Mansa Musa bersedekah. Bahkan dalam perjalanan pulang, saat melalui ibukota kerajaan Mamluk, Kairo, salah satu negeri terkaya di dunia pada masanya, Mansa Musa membagi-bagikan emasnya. Dari raja sampai rakyat jelata, semua dapat bagian.
Berapa banyak yang ia bagi-bagikan? Al-Umari mencatat untuk Sultan Al-Nasir Muhammad sang penguasa Mamluk, raja Mali tersebut menggelontorkan 50 ribu dinar.
Sebagai info 1 dinar masa itu sekitar 4,25 gram emas yang nilainya sekarang setara 4,7 jutaan fupiah per keping.
Itu baru yang ia berikan pada raja Mamluk.
Pada rakyat jelata? Entahlah.
Yang jelas Al-Umar yang pada saat Mansa Musa berhaji berusia 23 tahun, menyampaikan info ke generasi setelahnya bahwa saking banyaknya persediaan dinar, harga dinar dibandingkan dirham turun 3-4 dirham. Harga normal dinar per keping adalah sekitar 25-25 dirham. Tapi setelah Mansa Musa menyedekahkan emasnya ke rakyat Kairo, harga dinar menjadi 21-22 dirham per keping. Dan itu berlangsung lebih dari sepuluh tahun!
Sebagai info, pada masa itu untuk belanja keperluan sehari-hari, rakyat jelata menggunakan dirham (mata uang perak) dan dinar yang dari emas dan nilainya lebih tinggi biasa digunakan untuk menabung atau perdagangan skala besar.
Taqiyudin Al-Maqrizi juga menulis kesaksian serupa. Cuma karena sejarawan dan pengamat ekonomi ini lahir 40 tahun setelah kunjungan Mansa Musa di Kairo ada sedikit perbedaan dari catatan yang dibuat pendahulunya, yang juga keturunan Umar bin Khattab tersebut.
Catatan Al-Maqrizi tentang penurunan nilai dinar terhadap dirham tidak sampai sedramatis laporan Al-Umari. Ya jelas. Rentang waktu saat catatan dibuat dengan peristiwa itu sudah puluhan tahun jaraknya.
Mamluk sendiri saat itu adalah salah satu penerbit dinar dan dirham terpercaya. Ilmu dan strategi yang mereka warisi dari dinasti Ayyubiyah, dan yang belakangan mewarisinya dari dinasti Fatimiyah.
Bahkan saat perang Salib, untuk menghancurkan ekonomi Fatimiyah, tentara Eropa daratan berkali-kali menggelontorkan dinar palsu yang menyerupai bentuk yang dikeluarkan Fatimiyah tapi dengan kandungan emas yang lebih rendah.
Upaya yang gagal meski sempat berdampak pada ekonomi kerajaan terutama di kota-kota pelabuhan laut mereka semacam Alexandria dan Damietta.
Di Nusantara sendiri, setelah masa Mataram Hindu, tak ada kerajaan yang menerbitkan dinar emas selain Samudera Pasai yang lalu diteruskan oleh Kerajaan Aceh.
Suatu yang mudah kita pahami karena kedua kerajaan itu yang rutin berhubungan dagang langsung dengan pedagang-pedagang dari negeri Arab, Turki, Persia dan India yang menggunakan koin emas sebagai alat tukar resmi.
Kembali ke Mansa Musa. Berapa kekayaan yang ia miliki? Tak diketahui secara pasti.
Pengamat ekonomi dan sejarawan barat memperkirakan kekayaannya minimal 400 milyar dollar.
Itu kira-kira lebih dari dua kali aset orang termakmur masa kini versi Forbes: Elon Musk.
Pengurus Bidang Media, Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer. Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Pondok Pabelan (IKPP) Jabodetabek