Dari Solo untuk Perdamaian Dunia

Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 di Solo, Jawa Tengah, diramaikan Forum perdamaian dunia, World Peace Forum 8, yang berlangsung pada 17-18 November. Acara ini dihadiri 70 peserta lintas agama dari 20 negara.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, “Dalam kaitannya dengan kongres Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah tahun ini, kami berharap forum ini dapat melahirkan kemuliaan dan agenda strategis untuk menguatkan persaudaraan antara muslim dengan berbagai agama dan kepercayaan sebagaimana juga dengan antar negara dan peradaban dalam semangat Islami yaitu rahmatan lil alamin.”

Menurut Haedar, World Peace Forum merupakan ajang penting untuk meluaskan gaung pesan-pesan Islam pada level global yang diharapkan membawa pada jalan Islam Tengahan atau wasatiyat al-Islam. “Kami berkomitmen pada pesan wasatiyah Islam yang tidak hanya berhenti pada deklarasi, tetapi bisa direalisasikan dalam hidup sebenarnya penduduk muslim dan warga dunia,” kata Haedar. Apalagi tantangan dunia hari ini, kata dia, begitu kompleks seperti suburnya kecurigaan, ujaran kebencian, permusuhan, konflik dan perang, kekerasan pada anak dan perempuan, ekstrimisme, kemiskinan hingga diskriminasi dalam lingkup domestik, regional, dan global.

Selain itu, Haedar berharap World Peace Forum dapat melahirkan rekomendasi bagi lahirnya dunia yang damai, adil, dan makmur disertai persaudaraan laki-laki dan perempuan dengan penuh penghargaan. Haedar lantas menegaskan bahwa hal itu adalah nilai-nilai otentik Islam yang terangkum dalam semangat Islam sebagai agama peradaban (din al-adharah). “Islam menentang kekerasan apapun bentuknya baik secara epistemik, fisik, maupun secara struktural. Islam adalah khoiru ummah, komunitas terbaik, dan bangsa terbaik,” ujarnya.

Tak kalah pelik, berbagai permasalah di atas juga terjadi di dunia Islam. Maka, Haedar menyebut bagaimana umat Islam hari ini dapat menghadirkan keteladanan (uswah hasanah) dan keberadaban dari nilai-nilai Islam otentik seperti rahmatan lil alamin. “Muslim harus jadi role model dalam sistem ini dan menguatkan persaudaraan antar umat manusia dengan penuh cinta dan solidaritas,” katanya. Dia menambahkan, Word Peace Forum tersinkronisasi dengan Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah karena tema “Fraternity and the Middle Path for A Peacefull, Just, and Prospherous World” senada dengan tema Muktamar, “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta”.

“Di antara agenda Muktamar adalah Islam progresif. Visi Muhammadiyah di Muktamar adalah meluaskan transformasi gerakan Islam modern yang menyediakan pusat-pusat keunggulan dalam berbagai sisi kehidupan pada level kehidupan nasional dan global. Muhammadiyah melanjutkan berjuang untuk Indonesia dan dunia Islam dengan menghadirkan kekuatan strategis di arena global,” ungkap Haedar sembari menyatakan optimismenya bahwa di masa depan, realisasi pesan Islam rahmatan lil alamin akan sepenuhnya terwujud.

Ketua WPF Din Syamsudin menyatakan bahwa para tokoh dalam World Peace Forum di Solo mengemukakan banyaknya problem yang saat ini dihadapi dunia. “Sekarang, peradaban manusia sekarang mengalami kerusakan serius. Tak hanya karena Covid-19 tapi jauh sebelum Covid-19 juga terjadi krisis energi, makanan, lingkungan hidup, dan krisis lain,” ujarnya. Berbagai krisis itu kemudian mengkristal dan membuat kerusakan yang sangat serius terhadap dunia. Dengan kondisi sepeti itu, kata Din, dunia butuh solusi dari umat manusia, yaitu dengan kebersamaan, dialog, kerja sama antarpemeluk agama dan pendukung peradaban. Sebab tak ada yang bisa berjalan sendirian. “Tidak ada yang bisa selesaikan masalahnya sendiri. Alhamdulillah terakhir ini berkembang wawasan persaudaraan kemanusiaan setelah Syekh Ahmad Al-Thayeb dan Paus Fransiskus menandatangani Piagam Persaudaraan Kemanusiaan,” kata Din.

Penuturan senada disampaikan Ketua Steering Committee (SC) WPF, Syafiq Mughni. Menurut dia tokoh-tokoh dunia sepakat untuk mencapai keadilan dan perdamaian dunia tidak cukup dengan negara-negara utara dan selatan seperti yang berkembang. Negara-negara dari barat dan timur juga harus menjalin komunikasi dan kerja sama. “Karena dimensi Barat dan Timur ini membawa implikasi yang sangat luas, baik dari aspek agama, juga implikasi peradaban Barat dan Timur bukan dalam konotasi agama, juga mungkin karena tingkat kesejahteraan dan kekayaan wilayah punya implikasi. Juga kekuatan atau power punya implikasi terhadap timur dan barat,” ungkap Syafiq.

Laporan: A. Suryana Sudrajat (Solo)