Teka-teki Salakanagara, Kerajaan Tertua di Jawa
Dikisahkan, Maharesi Jayasingawarman dari negeri Calankayana. Demi menghindari serangan musuh, sang Maharesi dan para pengikutnya mengungsi ke pulau-pulau di sebelah selatan, sebelum akhirnya tiba di Pulau Jawa, dan menetap di sebelah barat Citarum. Taruma-desya, demikian mereka menamakan pemukiman mereka yang baru itu. Waktu itu, desa kecil yang dari tahun ke tahun menjadi besar karena didatangi banyak penduduk dari desa-desa lain itu merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Prabu Dewawarman VIII.
Ringkas cerita, pedukuhan itu belasan tahun kemudian menjadi negara. Jayasingawarman terus memperluas wilayah kekuasaannya sampai kemudian menjadi kerajaan yang diberi nama Tarumanegara. Ia berkuasa dari tahun 358-382 M. Adapun kerajaan dari Dewawarman VIII bukan bertambah luas, tapi malah lenyap setelah dipegang putranya, Dewawarman IX, dan kemudian menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Tarumanegara.
Siapakah dewawarman VIII? Bukankah Tarumanegra adalah kerajaan tertua di Jawa? Dialah raja Salakanagara yang paling jaya, yang kerajaannya berpusat di Pulau Panaitan, di ujung barat Pulau Jawa. Salakanagara, artinya ‘negeri perak”, memang baru menjadi “catatan kaki” dalam tulisan sejarah Indonesia.
Pada mulanya adalah berita Cina tahun 132, yang menyebutkan bahwa Raja Pien dari Kerajaan Ye-Tiao meminjamkan materai mas dan pita ungu kerajaannya kepada Maharaja Tiao-pien. Menurut G. Ferrand, ahli sejarah Prancis, Ye-Tiao adalah nama yang diberikan orang Cina untuk menyebut Yawadwipa. Sedangkan Tiao-pien adalah lafal Cina dari nama Sanskerta Dewawarman. Ia menyimpulkan bahwa di Pulau Panaitan, kira-kira tahun 130 M, pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Salakanagara yang beribukota Rajatapura, dengan rajanya bernama Dewamarman. Daerah kekuasaannya meliputi Jawa Kulwan (Barat) bagian barat dan semua pulau di sebelah barat Nusa Jawa. Laut di antara Pulau Jawa dan sumatera masuk pula dalam wilayahnya. Dengan kekuasaan meliputi seluruh Selat Sunda, Dewawarman digelari Aji Raksa Gapurasagara alias Raja Penguasa Gerbang Lautan.
Kisah tentang Dewawarman dan Kerajaan Salakanagara yang berasal dari sumber asing Cina itu, kemudian dikuatkan dengan sumber yang memperoleh kisah dari naskah tradisional karya “Panitia Wangsakerta” yang kontroversial itu. Disebutkan bahwa Dewawarman dan rombongannya dari negeri Bharata (India) menjejaskan kaki mereka di dukuh pesisir Jawa Kulwan (Barat). Mereka pun kemudian bersahabat dengan penghulu dan warga setempat. Penghulu atau penguasa di daerah pesisir Jawa Kulwan itu bernama Aki Tirem, yang kemudian menikahkan putrinya dengan pemimpin rombongan dari India tadi. Begitu pula dengan para pengikutnya, mereka dengan perempuan pribumi. Dewawarman dan pasukannya tidak kembali ke negerinya (Pallawa). Setelah Aki Tirem mangkat, Dewawarman meneruskan kekuasaan Aki Tirem. Dari sinilah kemudian dia mendirikan kerajaan yang diberi nama Salakanagara. Kerajaannya kemudian diteruskan oleh keturunannya, sampai akhirnya lenyap di bawah keturunannya yang ke-9.
Menurut Nina Herlina Lubis, guru besar sejarah dari Universitas Padjadjaran, Bandung, sumber tradisional yang mengisahkan Kerajaan Salakanagara harus dikolaborasikan dengan sumber-sumber arkelogis. Oleh karena itu, penelitian arkeologis masih diperlukan untuk membuktikan kebenaran tentang kerjaan ini. Kata dia, sebuah penelitian pendahuluan memang telah dibuat oleh Balai Arkeologi Bandung pada tahun 2002, tetapi hasilnya belum dapat menunjukkan bukti kuat akan keberadaan Kerajaan Salakanagara. Tokoh pendiri Provinsi Banten Tryana Syam’un dalam sambutannya untuk buku Sejarah Banten dari Masa Nirleka Hingga Akhir Masa Kejayaan Kesultanan Banten, mengatakan: “…. masih harus dicari bukti-bukti sejrah lainnya, agar adanya Kerajaan Salakangara menjadi fakta yang keras dan dapat diakui secara ilmiah.” Mungkin bukan tanpa sengaja Tryana Syam’un menamakan kediamannya di Cadasari, Pandeglang, dengan nama “Puri Salakanagara”.
Meski begitu, tak kurang dari arkeolog Prof. Ayatrohaedi dari Universitas Indonesia dan sejarawan Prof. Edi S. Ekadjati dari Universitas Padjadjaran yang meyakini bahwa Salakanagara memang pernah ada di pesisir barat Pandeglang, Banten, dan merupakan kerajaan tertua di Nusantara.
***Sumber: Nina Herlina Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara (2003); Yoseph Iskandar, dkk., Sejarah Banten dari Masa Nirleka Hingga Akhir Masa Kejayaan Kesultanan Banten (2001).