Opini Prof. Dr. Ginandjar Kartasasmita: Perang Rusia-Ukraina dan Kepentingan Indonesia
Konflik Rusia-Ukraina adalah konflik ikutan paska bubarnya ideologi dan sistem politik komunis Rusia di bawah Perestroika Gorbachev. Kebijakan Gorbachev memicu disinterasi Uni Soviet yang berujung pada pemisahan 3 negara bagian utama USSR Belarus, Rusia dan Ukraina. Setelah masing-masing menjadi negara merdeka timbul ketegangan Rusia-Ukraina terutama dalam soal aset dan infrastruktur militer Uni Soviet yang banyak terdapat di Ukraina. Begitupun soal Etnis Rusia di Ukraina, dan isu Krimea (65,3% etnis Rusia).
Agresi Rusia ke Ukraina adalah soal prinsip keanggotaan Ukraine dalam NATO, yang terbuka kemungkinannya setelah amandemen konstitusi Ukraina pada 2019. Rusia menganggap prospek keanggotaan Ukraina ke dalam NATO sebagai pelanggaran terhadap “garis merah” Rusia dan ancaman terhadap keamanan Rusia. Sementara sebagian negara-negara eks USSR juga sudah bergabung ke dalam NATO.
Perang Rusia-Ukraina saat ini adalah penyelesaian sengketa model Abad 20 yang ditandai dengan dua kali Perang Dunia serta beberapa perang besar Korea, Vietnam, Afghanistan dan lain-lain. Terdapat ofensif satu negara ke negara lain dan menimbulkan korban jutaan warga sipil baik meninggal ataupun mengungsi.
Padahal selama dua dasawarsa Abad 21 dunia telah semakin mengglobal baik hubungan antar negara, kehidupan individu dan sosial, ekonomi, politik telah disatukan oleh kemajuan teknologi digital dan komunikasi yang sangat pesat (Dani Rodrik, Hyper Globalization, Harvard University, 2022). Berbagai model bisnis dan kegiatan ekonomi keuangan terinteraksi mendunia dengan berbagi aplikasi internet, media sosial dan aneka gadget. Di dunia politik, perangkat teknologi membuka pintu datangnya era “Demokrasi Digital”.
Demokrasi kembali ke arah demokrasi langsung seperti zaman Athena Yunani, namun saat ini demokrasi langsung difasilitasi oleh kemajuan perangkat teknologi komunikasi dan digital.
Tidak ada lagi dua kutub ideologi yang berhadapan diametral, seperti pada era perang dingin. Rusia pun telah menjadi negara kapitalis. Sistem politik otoritarian tetapi sistem ekonomi kapitalis, sama seperti China. Konflik-konflik timur tengah, Laut Cina Selatan, Semenanjung Korea perang skala besar menjadi semakin dihindarkan, diganti oleh perang ekonomi. perang teknologi cyber war, sebagai bagian kehidupan sehari-hari.
Maka invasi Rusia ke Ukraine adalah hal mengejutkan. Hal itu merupakan bagian dari “Security Dilemma” yang tidak lagi dapat membedakan tindakan ofensif dan defensif dalam melindungi keamanan dan kepentingan nasional masing-masing negara. Bagi Barat, agresi Rusia adalah langkah ofensif tapi bagi Rusia adalah langkah Defensif terutama mencegah Ukraine melebur ke dalam NATO.
Kepentingan nasional Indonesia adalah agar konflik cepat berhenti dan perdamaian terwujud, karena Pertama, Perang dan sanksi-sanksi ekonomi telah menyulitkan dan menekan ekonomi Indonesia dan ASEAN khususnya. Kedua, Berpengaruh terhadap posisi Presidensi Indonesia di G-20. Ketiga, Risiko kenaikan harga-harga pupuk, gandum jagung, minyak dan gas yang telah langsung naik tinggi akibat invasi. Rusia produsen gandum terbesar dunia bersama Ukraine (supplier 30 % gandum dunia), Jagung dunia 13% dihasilkan Ukraina.
Konflik peradaban sekarang adalah konflik peradaban Barat vs peradaban Timur. Namun mentalitas Rusia lebih banyak ke Timur. 70% sikap mental Rusia mewakili peradaban Timur. Rusia tidak betul-betul Barat meski bersistem Demokrasi tetapi bukan demokrasi murni. Jika Rusia adalah negara demokratis, maka tidak akan terjadi invasi ke Ukraine Karen harus menunggu izin parlemen Rusia. Zaman ke depan adalah abad yang dipimpin oleh China dengan kekuatan ekonomi dan teknologinya. Teknologi adalah kunci kemenangan peradaban saat ini.
NATO dulu dibentuk karena adanya Pakta Warsawa Uni Soviet cs. Namun kini eksistensi NATO sesungguhnya tidak lagi diperlukan dan a historis karena Rusia sendiri telah menanggalkan ideologi dan sistem politik komunisme. Maka agresivitas NATO di Eropa Timur hanya akan memancing kemarahan Rusia.
Sumber: Rangkuman kuliah Umum Prof. Dr. Ginandjar Kartasismita, “Security Dilemma” – Dan Kepentingan Nasional Indonesia dan Asia” (Belajar dari Kasus Rusia – Ukraina)”, Universitas Paramadina, Jakarta,30 Maret 2022.
*Prof. Dr. Ginandjar Kartasasmita, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (2004-2009), anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2010-2014); pernah beberapa kali menjadi menteri pada masa kepresidenan Soeharto dan B.J. Habibie.
Penggiat Pembelajaran Bermakna;
Tinggal di Tangerang Selatan.