Opini Bambang Soesatyo, Ketua MPR-RI: Agar Masyarakat Nyaman Memasuki Ramadhan

Hingga pekan kedua Maret 2022, harga beberapa komoditas kebutuhan pokok belum memberi rasa nyaman bagi semua rumah tangga. Padahal, dalam beberapa pekan ke depan, masyarakat akan memasuki dan melaksanakan ibadah bulan suci Ramadhan. Para menteri  ekonomi hendaknya mulai all out mengendalikan ketersediaan dan harga kebutuhan pokok, agar masyarakat dapat beribadah di bulan suci Ramadhan dengan khusyuk .

Banyak komunitas mulai menatap dan bersiap menyongsong bulan suci Ramadhan 2022. Bahkan, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada 2 April 2022. Sementara itu, komunitas lainnya masih menunggu penetapan awal Ramadhan dari Nahdlatul Ulama (NU)  dan pemerintah.

Di tengah antusiasme masyarakat menyongsong bulan Ramadhan 2022, beberapa komoditas kebutuhan pokok masih saja menjadi persoalan. Kasus kelangkaan minyak goreng belum terselesaikan. Sebagaimana dilaporkan sejumlah media dalam beberapa hari terakhir, antrian pembeli minyak goreng masih terjadi di sejumlah kota. Daerah lainnya pun masih berupaya mengatasi kelangkaan dan tingginya harga kedelai. Sementara itu, harga gula mulai merangkak naik.

Harga komoditas gula mulai merangkak naik sejak pekan kedua Februari 2022. Saat itu, masyarakat diimbau agar tidak perlu khawatir karena pasokan gula produksi dalam negeri masih mencukupi,  sementara pemerintah pun telah membuka keran impor. Nyatanya, hingga pekan pertama Maret 2022, masyarakat masih mengeluhkan kenaikan harga gula pasir. Sebelumnya, harga gula pasir berkisar Rp 12.000 – Rp 13.000 per kilogram, kemudian harganya naik antara Rp 14.000 – Rp 15.000 pada pekan kedua Maret tahun ini.

Produsen tahu-tempe bersama konsumennya pun masih harus menghadapi situasi tidak nyaman karena harga kedelai belum akan turun. Bahkan sebaliknya, pada pekan pertama Maret 2022, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah memastikan bahwa harga kedelai berpotensi naik menjadi Rp 12.000 per kilogram dari sebelumnya di level harga Rp 11.300 per kilogram. Berkat kelancaran impor, Kemendag juga memastikan ketersediaan kedelai aman sampai puasa dan Lebaran 2022.

Sementara itu, sumber masalah yang menyebabkan rusaknya jalur distribusi minyak goreng pun belum teridentifikasi.  Pemerintah menegaskan stok minyak goreng melimpah, bahkan sudah melebihi kebutuhan nasional. Hingga 8 Maret 2022, sebanyak 415.787 ton minyak goreng telah didistribusikan ke pasar dari skema domestic market obligation (DMO).

Namun, sebagaimana  terjadi di banyak kota, termasuk di Jakarta, masyarakat masih harus antri. Pada Jumat (4/3) misalnya, di wilayah Tebet, Jakarta Selatan, ibu-ibu warga setempat harus mendatangi Markas Polsek Tebet di Jalan Dr. Soepomo, yang menjadi salah satu titik Operasi Pasar Minyak Goreng. Mereka antre sejak pagi untuk membeli minyak goreng.

Dalam kasus minyak goreng, ada indikasi kalau jalur distribusi dirusak atau dihambat sehingga sebagian besar produk tidak sampai di pasar. Asumsi ini layak dikedepankan dengan mengacu pada klaim pemerintah bahwa  stok minyak goreng melimpah, bahkan sudah melebihi kebutuhan nasional.  Cara merusak mekanisme distribusi adalah menahan dan menimbun sejumlah besar produk agar tidak sampai di pasar tepat waktu.

Indikasi penimbunan oleh para spekulan sudah terungkap. Pertama, Tim Satgas Pangan menemukan penimbunan 1,1 juta liter minyak  goreng di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Setelah itu, pada Jumat (4/3/), Polisi juga menemukan gudang penimbunan minyak goreng di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel). Total yang diamankan mencapai 31.320 liter minyak goreng dari berbagai merek.

Kalau penegak hukum mau agresif, penimbunan minyak goreng pun akan ditemukan di daerah lainnya. Sebab, ini bukanlah modus baru. Logikanya sederhana. Kalau kelangkaan  terjadi di tengah produksi dan pasokan berlimpah,  itu terjadi karena ulah para spekulan menimbun untuk mencari untung saat harga melonjak. Sebagai sebuah kecenderungan, ulah seperti ini pasti berulang, dan kini terjadi pada minyak goreng. 

Durasi kelangkaan minyak goreng terbilang cukup lama, karena mulai terjadi sejak Januari 2022. Selain faktor naiknya harga bahan baku, pemerintah sendiri menduga ada pihak yang coba mempermainkan harga. Kalau sudah sampai pada dugaan seperti itu, respons pemerintah seharusnya ekstra tegas karena masalahnya berkait langsung dengan kebutuhan harian setiap rumah tangga.

Pemerintah tidak boleh lemah di hadapan para spekulan. Dalam kasus kelangkaan minyak goreng, timbul kesan di sebagian masyarakat  kalau pemerintah lemah menghadapi ulah spekulan. Pemerintah berkali-kali mengklaim pasokan minyak goreng lebih dari cukup. Namun, klaim itu selalu dan terus menerus berhadapan dengan fakta tentang kelangkaan dan harga yang naik dengan skala tidak wajar.

Tentu saja masyarakat berharap persoalan distribusi minyak goreng segera dituntaskan, agar para ibu rumah tangga tak perlu lagi harus antre. Karena itu, pemerintah bersama aparat penegak hukum perlu segera memperkuat koordinasi untuk mengatasi masalah gangguan pada aspek distribusi. Pemerintah sebagai regulator harus kuat agar tidak mudah dipermainkan para spekulan. 

Jangan ragu untuk menerapkan pendekatan keamanan dan ketertiban umum, ketika persoalannya sudah melampaui batas toleransi. Antrean para ibu rumah tangga untuk membeli minyak goreng sudah berlangsung cukup lama. Ini terjadi akibat ulah para spekulan. Akan timbul kesan di masyarakat bahwa  pemerintah lemah karena tidak mampu menghentikan ulah spekulan. Jadi, mulailah untuk lebih agresif dalam menindak para spekulan minyak goreng.

Ingat bahwa dalam beberapa pekan ke depan, masyarakat mulai menjalani ibadah puasa Ramadhan. Semua komunitas pasti berharap tim ekonomi pemerintah mau bekerja lebih keras untuk mengendalikan ketersediaan dan harga kebutuhan pokok,  agar masyarakat nyaman menyongsong datangnya bulan suci Ramadhan 2022.