Syekh Ahmad Fadhil, Ulama Banten yang Berkiprah di Malaysia & Jadi Penasehat Sultan

Syekh Ahmad Fadhil adalah ulama asal Banten yang lebih banyak berkiprah di negeri tetangga , Malaysia. Sejak 1910, berdakwah di kampung Lenga, Johor. Ia juga dipercaya sebagai mufti kerajaan Negeri Johor pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim, sejak 1945.

Syekh Fadhil Al-Bantani alias Kiai Fadhil Lenga lahir di Banten tahun 1870. Ia wafat di Bakri, Muar, Johor, Malaysia pada tahun 1950. Ayahnya Haji Abu Bakar Abu Kasim adalah seorang ulama terkenal di Banten dan pernah dilantik menjadi wakil kesultanan Banten.

Setelah belajar agama di lingkungan keluarganya sendiri, ia nyantri di berbagai pesantren di Banten. Ia belajar tarekat Qadiriyah yang tersebar di kalangan murid Syekh Ahmad Khatib Sambas (1802-1872). Salah seorang Khalifah tarekat ini yang terkenal berasal dari Banten yaitu Syekh Abdul Karim Al-Bantani (wafat 1897). Ia juga mendapatkan pengajaran tarekat Naqsyabandiyah dari Syekh Abdul Karim. Karena itu, Ahmad Fadhil dipercayai telah “ditawajuh” dengan kedua tarekat tersebut oleh Syekh Abdul Karim.

BACA JUGA: https://anyerglobe.com/2020/10/21/kisah-bung-karno-ambil-istri-baru-1/

Bersama istrinya, Syekh Fadhil aktif membimbing jamaah haji yang berasal dari Indonesia dan Malaya (Malaysia). Melalui aktivitasnya ini ia bertemu dengan Haji Daud, penghulu dari Mukim Lenga Malaya. Haji Daud terkesan oleh a kepribadian Fadhil dan mengajaknya untuk hijrah ke kampung Lenga, Muar, Johor, Malaya. Ia pun menyetujuinya, dan menetap kampung sana pada tahun 1910. Selama bermukim di Malaya, Kiai Fadhil menjadikan masjid dan surau sebagai tempat mengajar agama kepada masyarakat Lenga. Ia pun mengajarkan amalan ruhani yang bersumber dari kitab Dalail al-Khairat.

Pada masa akhir pendudukan tentara Jepang pada tahun 1945, hampir setiap hari pesawat pembom Amerika Serikat mengitari dan membom pertahanan Jepang di Singapura yang getarannya terasa hingga istana Johor Baru. Saat itu tentara Jepang gagal mengawasi kegiatan komunis Bintang Tiga yang membunuh orang-orang Melayu. Sultan Ibrahim mencari ulama untuk mendoakan keselamatannya. Melalui Datuk Utsman, akhirnya Kiai Fadhil menjadi ulama yang terpilih dan dinilai mampi memenuhi permintan Sultan. Sultan Johor pun menyediakan tempat tinggal sebuah rumah di dekat istana. Namun, Kiai Fadhil memilih tinggal rumah dekat masjid Pasir Pelangi. Semasa hidupnya di Johor, Syekh Fadhil mengajarkan wirid Khaujakan kepada masyarakat luas. Wirid yang antara lain dimaksudkan untuk keselamatan diri ini tersebar luas ke seluruh Negeri Bagian Johor. Selanjutnya syekh Fadhil dilantik menjadi mufti pribadi Sultan Johor. Di antara tugasnya adalah sebagai penasihat Sultan.