Problem Koalisi Partai dalam Menentukan Capres
Pemilihan presiden masih 2 tahun lagi, namun mulai sekarang tensi dan pemanasan suasana politik sudah mulai terasa. Indikasinya mulai terlihat adalah tiga partai politik yaitu PAN, Golkar dan PPP sudah mendeklarasikan terbentuknya KIB atau Koalisi Indonesia Bersatu. Koalisi ini jelas ada kaitannya dengan pilpres karena bersatunya tiga partai sudah memenuhi syarat 20 persen untuk mencalonkan jagonya pada pilpres 2024 nanti.
Selain itu lembaga-lembaga survei sudah banyak merilis hasil jajak pendapat mengenai figur-figur yang mendapat perhatian pemilih. Beberapa nama yang disebut diantaranya Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto yang disebut sebagai the big three. Sedang nama lain adalah Ridwan Kamil, Erik.Tohir, Gatot Nurmantyo, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan the princess Puan Maharani.
Sebagian dari nama tersebut di atas bahkan sudah menyatakan kesiapannya untuk dicalonkan. Bahkan, masyarakat pun sudah mendeklarasikan dukungannya dan membentuk tim relawan untuk mensosialisasikan kandidatnya. Dua diantara relawan yang sudah muncul di masyarakat adalah relawan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Namun, para calon di atas bisa dipastikan belum bisa berkontestasi nantinya, karena belum ada dukungan dari partai. Sedangkan untuk ikut bersaing di gelanggang pilpres harus dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu. Dan, sampai sekarang parpol belum ada yang secara resmi mengumumkan calonnya. Semua masih berfikir dan wait and see melihat berbagai kemungkinan yang terjadi.
Memang tidak mudah mencari calon presiden. PDI misalnya yang perolehan kursinya telah melebihi parliamentary threshold 20 persen kursi di DPR dengan 128 kursi, meski sudah punya tiket untuk mengajukan calon, namun hingga sekarang belum ada gambaran siapa calonnya. Memang, ada disebut-sebut Puan Maharani, namun tingkat elektabilitasnya masih diragukan. Dan, kalaupun Puan ingin ditampilkan posisinya juga masih dianggap belum kuat untuk presiden, kemungkinan sebagai calon wakil presiden.
Mencari pasangan presiden ini memang tidak bisa sembarangan, sebab akan mempengaruhi perolehan suara kalau dinilai tidak kuat. Satu contoh yang paling relevan adalah ketika Jokowi tampil pertama kali sebagai calon presiden pendampingnya adalah M. Jusuf Kalla yang punya reputasi dan jejak rekam yang kuat dengan segudang pengalaman dan prestasi.
Karena tidak ada partai yang memenuhi parliamentary threshold selain PDIP, maka koalisi partai tidak bisa dihindari. Sekarang koalisi yang sudah terbentuk adalah Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri dari Golkar, PPP dan PAN. Jika koalisi ini istiqomah dan tidak berubah, dan PDIP mengajukan calon sendiri, maka tinggal 5 partai yang masih harus berembuk untuk berkoalisi agar mencapai ambang batas 20 persen jika ingin mengajukan calon presiden. Partai tersebut dengan perolehan suara dan kursinya masing-masing adalah Gerindra 12,5 persen (75 kursi), Nasdem 9 persen (59 kursi ), Partai Demokrat 7,7 persen (54 kursi), PKS 8,2 persen (50 kursi) dan PKB 9,6 persen (58 kursi).
Dua partai yang sudah pernah berkoalisi adalah Gerindra dan PKS pada pilpres 2019. Apakah koalisi ini akan berlanjut, belum bisa dipastikan. Jika koalisi pada pilpres sebelumnya ada yang merasa kecewa, tentu kelanjutan koalisinya akan ditinjau kembali oleh partai yang bersangkutan. Jika PKS dan Gerindra berkoalisi saat ini maka jumlah kursinya sudah melebihi ambang batas 20 persen. Namun, hingga saat ini belum ada lobi-lobi antara PKS dan Gerindra untuk berkoalisi kembali. Bahkan, belakangan ini yang muncul PKB dan Gerindra mulai menjajaki untuk berkoalIsi dengan adanya pertemuan antara Prabowo Subianto Ketum Gerindra dengan Cak Imin Ketum PKB. Jika koalisi ini terjadi maka gabungan kursinya berjumlah 133 kursi, sudah melebihi ambang batas. Dan, bisa dipastikan jika koalisi ini terjadi Prabowo pasti sebagai capres dan Cak Imin sebagai cawapres.
Sementara KIB banyak yang meramalkan bakal mencalonkan Ganjar Pranowo. Dan, Ganjar dianggap calon yang direstui presiden Jokowi, sebab mereka adalah koalisi pemerintah dan orang-orangnya kini semua menjadi menteri. Namun, Ganjar hingga saat ini masih menunggu pernyataan Megawati. Dan,belum berani menyatakan sikap menerima dukungan dari partai yang mengajukannya.
Jika skenario koalisi di atas terjadi maka tinggal tiga partai yang membutuhkan koalisi, yaitu Partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS. Jika mereka bergabung jumlah kursinya 163 dan sudah mencukupi untuk mengajukan calon. Koalisi PKS, PD dan Nasdem bukan mustahil bakal terwujud. Persoalannya tinggal menentukan calon presiden dan wakilnya. Tampaknya, jika koalisi ini terwujud calon capresnya adalah Anies Baswedan.
Memilih presiden harapan rakyat
Karena memilih calon presiden dan pemimpin negara ditentukan oleh partai politik maka tanggung jawab mereka sangat besar bagi kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Kalau mereka memilih pemimpin yang tidak tepat maka implikasinya akan buruk bagi kemajuan bangsa.
Persoalan kepemimpinan di masyarakat manapun di dunia ini mereka berharap lahir pemimpin yang berpihak kepada rakyat, mensejahterakan rakyat dan mampu menciptakan keadilan. Masalahnya adalah apakah partai politik mampu memenuhi harapan tersebut. Dalam sistem politik demokrasi yang berlaku di Indonesia sekarang ini memang hanya partai yang secara formal punya hak mengajukan calon presiden atau menjadi kepala pemerintahan tertinggi negara dan memiliki kekuasaan yang besar. Tidak ada lembaga lain yang diakui oleh undang-undang. Karena itu partai sebenarnya punya amanah dan tanggung jawab yang besar.
Karena itu dalam pencalonan presiden ini egoisme sektoral partai haruslah dikesampingkan. Kepentingan kelompok dan golongan, partai, harus berjiwa besar mengalah untuk mencalonkan pemimpin yang layak dan tepat untuk memimpin Indonesia, sekalipun calon tersebut bukan dari partai bersangkutan. Partai harus menghindari untuk semata meraih kekuasaan dalam pencalonan presiden ini. Sebab, jika kontestasi pilpres semata hanya untuk mendapatkan kekuasaan dan bukan terpikirkan untuk mencari pemimpin yang layak dan tepat, maka amat sulit negara ini mencapai kemajuan. Ketika pemimpin yang tidak layak terpilih, maka ini akan menimbulkan protes, kritik dan hujatan sehingga kehidupan negara dan bangsa menjadi tidak stabil dan tidak tenang, kemajuan dan pembangun sulit dilakukan dengan konsentrasi dan terfokus.
Indonesia saat ini sedang menghadapi keterbelahan masyarakat sebagai dampak pemilihan presiden tahun 2014 dan 2019. Keterbelahan ini makin tajam dengan adanya medsos dimana masing-masing simpatisan saling hujat, kritik dan kecam. Jika hal ini tidak bisa teratasi maka disintegrasi sosial bisa menimbulkan ancaman terhadap keamanan dan kestabilan masyarakat. Karena itu pilpres mendatang sangat penting memikirkan munculnya pemimpin dan presiden yang diterima semua kalangan masyarakat.
Bisakah harapan itu diwujudkan oleh partai dan menjadi kepedulian mereka?
Dra. Hj. Eny Suhaeni, MSi, lulusan IAIN CIputat Fak. Ushuluddin dan alumnus S2 Universitas Indonesia (UI) Program Studi Sosiologi, sekarang Komisioner Baznas Kab. Tangerang,Banten, dan dosen Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Banten.