Wali Songo (3): Mengapa Sunan Gunung Jati Diklaim Cucu Prabu Siliwangi?
Atas dukungan para wali dari Jawa Timur, dan disaksikan Raja Demak Raden Patah serta aramada laut dan balatentara di bawah Panglima Fadhilah Khan, syarif Hidayat atau Sunan Gunung Jati dinobatkan sebagai Raja Cirebon. Hadirnya pusat kekuasaan baru di Tanah Sunda ini diraakan sebagai rongrongan dan perlawanan terhadap kekuasaan Sri Baduga Maharaja alias Prabu Siliwangi. Untuk itu ia mengirim Tumenggung Jagabaya untuk kembali menguasai Cirebon. Ketika sang Tumenggung dan pasukannya tiba di Cirebon, mereka disergap oleh pasukan gabungan Cirebon-Demak di bawah panglima Fadhilah Khan. Tumenggung Jagabaya dan pasukannya kemudian masuk Islam. Lantaran Tumenggung Jagabaya dan pasukannya lama tidak kembali ke Pakuan, Prabu Siliwangi segera mempersiapkan angkatan perang untuk menyerang Cirebon. Tetapi niatnya untuk menyerang Cirebon berhasil dicegah oleh penasihatnya, Ki Purwagalih. Ia mengingatkan Sang Prabu bahwa Syarif Hidayat adalah cucunya sendiri; Syarif Hidayat adalah menantu Walangsungsang atas pernikahannya dengan Pakungwati; dan penobatan awal Syarif Hidayat atas kehendak putranya sendiri Pangeran Cakrabuana. “Jadi, sungguh tidak terpuji sang kakek memerangi cucunya sendiri,” kata Ki Purwa.
Prabu Siliwangi wafat pada tahun 1521, dan setelah itu Kerajaan Sunda-Pajajaran pun melemah hingga akhirnya punah. Sementara itu, kekuasaan Sunan Gunung Jati semakin kukuh. Ia tidak hanya mendirikan wangsa Cirebon tapi juga wangsa Banten yang kemudian diserahkan kepada putranya Maulana Banten. Bahkan kelak Banten kelak tercatat sebagai kesultanan Islam yang mengalami kejayaan di NusantaraNusantara.
Seperti dikemukakan Soemarsaid Moertono, jika suatu wangsa yang memerintah tidak mempunyai tali hubungan darah dengan dinasti sebelumnya, maka orang Jawa menguasahakan berbagai cara untuk membuktikan kesinambungan. Demikian pula yang terjadi dalam penggantian atau perebutan kekuasaan di Kerajaan Sunda. Syarif Hidayat atau Sunan Gunung Jati adalah seorang asing yang menyebarkan Islam di bagian timur Jawa Barat. Maka, ketika berhadapan dengan keganjian bahwa dua wangsa itu (Cirebon dan Banten) tidak punya pertalian dengan wangsa penguasa sebelumnya, para penulis babad dengan berbagai akal menghubungkan mereka dengan raja-raja Pajajaran. Yakni dengan hanya membayangkan saja bahwa seorang putra dan seorang putri dari salah seorang raja-raja terakhir Pajajaran telah dikirim ke Arab. Di sana sang putri menikah dengan seorang raja, yang kemudian melahirkan seorang putra untuk kemudian kembali ke Jawa menjadi wali Sunan gunung Jati, leluhur wangsa Cirebon.
Syahdan, Prabu Siliwangi menikah dengan Nyai Subang Larang, putri Patih Singapura, yaitu Ki Gede Tapa, dari istrinya yang bernama Nyai Ratna Kranjang. Ratna Kranjang sendiri adalah putri Ki Gede Kasmaya yang menjadi penguasa Cirebon Girang, salah satu dukuh di dalam wilayah Wanagiri. Pada usia 14 tahun, Nyai Subang Larang dibawa oleh bibinya, Nyai Lara Huda (istri Ki Dampu Awang), ke Malaka dan menetap di sana selama dua tahun, kemudian kembali ke Jawa dan selanjutnya berguru kepada Syekh Qura di Pondok Qura Karawang. Pada kira-kira tahun 1422, Nyai Subang Larang menikah dengan Prabu Siliwangi. Dari pernikahan mereka, lahirlah tiga orang anak, yaitu dua putra dan satu putri; yang putri adalah Nyai Rara Santang yang kemudian menikah dengan Raja Mesir dan melahirkan Syarif Hidayat dan adiknya, Syarif Nurullah.
Dengan demikian, Syarif Hidayat merupakan hasil perpaduan dua budaya yang berbeda. Dari sisi ayah, ia keturunan raja Mesir, sementara dari sisi ibu, ia merupakan keturunan raja Pajajaran. Dalam Carita Purwaka Caruban Nagari terdapat penjelasan tentang silsilah Sunan Gunung Jati dari sisi ayah yang dimulai dari Nabi Muhammad hingga Syarif Abdullah. Berdasarkan silsilah ini, Syarif Hidayat merupakan generasi ke-18 dari Nabi Muhammad. Sedangkan dari garis ibu, Sunan Gunung Jati adalah keturunan raja Galuh Pajajaran, yang berawal dari Maharaja Galuh pertama, yaitu Pakuwan Maharaja Adi Putra yang mempunyai anak bernama Prabu Ciung Wanara. Dari Ciung Wanara lahir beberapa generasi sampai Prabu Siliwangi, yang salah satu putrinya menikah dengan Syarif Abdullah dan punya anak bernama Syarif Hidayat, yang kemudian lebih masyhur dengan sebutan Sunan Gunung Jati itu.
Bersambung
Sumber: Dadan Wildan, Sunan Gunung Djati, Petuah, Pengaruh, dan Jejak-Jejak Sang Wali di Tanah Jawa (2012); Soemrsaid Moertono, Negara dan Usaha Bina-negara di Jawa Masa Lampau (1985).