Memaknai Tahun Baru Hijrah

Kita sudah ucapkan ma’as salamah, goodbye, selamat tinggal 1442 H, dan selamat datang, welcome, ahlan wa sahlan 1443 H. Tentu dengan nada optimistis, meskipun rada kecut mengingat belum jelasnya kapan pandemi akan berakhir. Tapi sudah ada yang mewanti-wanti, bahwa dalam beberapa tahun ke depan kita akan menjalani hidup dengan topeng setengah muka alias masker. Tema perang melawan virus Corona naga-naganya bakal disudahi, digantikan “hidup damai” bersama virus asal Tiongkok itu. Apakah ini bisa disebut hijrah dari perang menuju damai? Entahlah. Namun, izinkan kami berbagi, sharing, tentang bagaimana memaknai tahun baru Hijrah ini,
Tentu, dengan datangnya tahun baru ini berarti bertambah pula hitungan usia kita satu tahun. Ini berarti bertambah pula kesempatan kita untuk menikmati udara kehidupan, yang berarti bertambah pula kenikmatan yang diberikan Allah kepada kita. Itu yang pertama. Dan oleh karena itu, ini yang kedua, sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya itu. Dan betapa besar nikmat Allah, sehingga kita tidak mungkin menghitungnya.”Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya.” Demikian firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 34. Dan memang kita tidak diperintah untuk menghitung-hitung nikmat Allah, tetapi unuk mensyukurinya. “Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (Q.S. Ibrahim:7).
Ketiga, mensyukuri nikmat Allah tentu tidak hanya cukup dengan lisan. Misalnya, dengan mengucap “Alhamudulillah.” Lebih dari itu, rasa syukur itu harus dibuktikan melalui tindakan yang konkret. Yakni dengan menempatkan nikmat Allah pada tempat atau arah yang tepat dan benar. Jadi, sehubungan dengan datangnya tahun baru ini, apa yang mesti kita perbuat sebagai bukti rasa syukur itu. Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita sejenak melihat ke belakang, ke peristiwa-peristiwa, pengalaman-pengalaman, dan persoalan-persoalan yang kita hadapi selama satu tahun. Apakah itu dalam konteks kita sebagai hamba Allah (hablum-minallah) atau dalam kaitan sebagai bagian dari anggota masyarakat (hablum-minannaas).
Dalam hubungan dengan sang Khalik, sebagai makhluk Sang Maha Pencipta, kita menyadari betapa banyak perintah Allah yang telah kita lalaikan, dan betapa banyak pula larangan-Nya yang belum mampu kita hindari. Berangkat dari kesadaran betapa banyaknya kekurangan yang ada dalam diri selaku hamba Allah, maka kita harus menguatkan niat atau komitmen kita kembali untuk berusaha menutup kekurangan-kekurangan pada tahun lalu, memperbaiki berbagai kesalahan dan menyesali sikap maupun perbuatan tercela, serta berusaha meningkatkan derajat ketaatan atau ketakwaan kita kepada Allah SWT. Alhasil, pada tahun yang mulai kita jalani ini kita berusaha menjadikan diri kita sebagai hamba Allah yang baik.
Amal Sosial
Selain sebagai hamba Allah, kita manusia juga merupakan makhluk sosial yang diciptakan Tuhan untuk berinteraksi dengan sesamanya. Sebagai manusia tidak bisa hidup dan menghidupi dirinya secara sendiri, tetapi mempunyai saling ketergantungan satu sama lainnya. Sebagai bagian atau anggota dari sebuah masyarakat, kita tidak hanya menerima tetapi juga dituntut memberi manfaat atau maslahat. Pertanyaannya, seberapa besar amal dan jasa yang telah kita berikan untuk kepentingan dan kemaslahatan bersama dalam setahun yang lalu? Mari kita jadikan momentum tahun baru ini untuk mengadakan perhitungan, muhasabah, melakukan introspeksi, bagaimana kontribusi kita dalam kehidupaan bermasyarakat? Apakah kita telah berusaha secara maksimal untuk menjadikan diri bermanfaat bagi masyarakat? Bukankah seorang Muslim yang baik senantiasa bersemangat tinggi dalam berbuat jasa dan kemanfaatan bagi orang banyak? Rasulullah s.a.w. bersabda: “Khairun-naas anfa’uhum lin-naas. Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling banayak memberi manfaat bagi manusia.” (H.R. Ath-Thabrani).
Setelah kita melakukan muhasabah, intropeksi, mengadakan koreksi terhadap diri sendiri (self correction), apa langkah berikutnya? Pertama, tentu saja kita berjanji kepada diri sendiri untuk menjadi manusia yang baik sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah itu, sesuai dengan peran dan fungsi kita masing-masing. Kedua, merealisasikan komitmen tersebut dalam bentuk perbuatan yang nyata, tidak sekadar berwacana alias omong doang. Sebab, dengan demikian berarti kita pandai mensyukuri nikmat umur, yakni menggunakan umur bagi kepentingan dan kemaslahatan orang banyak.
Demikian itulah kiranya cara yang tepat untuk menyambut kedatangan tahun baru. Yakni dengan cara melakukan muhasabah atas apa yang telah kita lakukan dalam setahun ke belakang, baik sebagai hamba Allah yang senantiasa dituntut untuk menaati perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, maupun dalam kedudukan sebagai anggota masyarakat yang dituntut untuk memberi manfaat dan maslahat bagi kepentingan orang banyak.
Selamat memasuki 1443 H. Wallahul Mus’taan.