Bukittinggi, Kota dengan Aroma Heroik dan Pahlawan
Bukittinggi bisa disebut kota bersejarah. Pernah menjadi ibu kota Republik Indonesia sebagai ibukota darurat ketika Jogja dikuasai Belanda. Sebagai kota bersejarah, aroma heroik itu selayaknya bisa dikenang oleh generasi yang datang belakangan.
Citra, kalau boleh disebut –Bukittinggi sebagai kota pahlawan– memang terasa bila kita memasuki kota yang berhawa sejuk ini. Sejumlah patung, taman dan tentu juga berkas-berkas perjuangan hadir di kota ini.
Tugu Pahlawan Tak Dikenal, misalnya, melukiskan ada pahlawan yang gugur sekitar 5 Juni 1905, namun tidak bisa diidentifikasi sehingga didirikanlah tugu ini agar tetap mengingat mereka.
Kemudian di kota Bukitinggi ini ada fakta-fakta berkas perjuangan. Misalnya, lubang Japang yang melukiskan kekejaman penjajah Jepang, mengerahkan para pekerja Indonesia menggali tempat persembunyian tentara Jepang di lubang bawah tanah. Bisa kita rasakan kekejaman penjajah dengan memaksa rakyat Indonesia bekerja, tenaganya diperas dengan kerja paksa.
Di Bukittinggi terdapat pula Benteng Fort De Kock, didirikan tahun 1825 oleh Kapten De Bouer pada masa pemerintahan Hendrik Mercus De Kock yang menjabat wakil gubernur. Benteng ini dibangun untuk mempertahankan diri saat terjadi Perang Paderi 1825-1830.
Yang juga menarik di kota Bukittinggi ini–yang dulu bernama Fort de Kock– tepatnya di jalan Sukarno-Hatta no. 37 terdapat rumah tempat kediaman proklamator Bung Hatta. Rumah ini dihuni ketika mantan wakil presiden masih kanak-kanak, yaitu hingga berusia 11 tahun. Bung Hatta lahir pada 12 Agustus 1902. Pada tahun 1913 ia berangkat ke Padang melanjutkan sekolah ke MULO ( Meer Uigebred Lager Onderwiss). Di rumah inilah Bung Hatta dididik dan memiliki karakter terpuji seperti disiplin, hidup sederhana, integritas tinggi dan kasih sayang. Di rumah ini kita masih bisa melihat peninggalan asli Bung Hatta, antara lain sepeda ontel, yang ditungganginya sebagai kendaraan.
Selain rumah masa kecil Bung Hatta, rumah masa kecil tokoh intelektual Indonesia H. Agus Salim juga terdapat di Bukittinggi, tepatnya di Kenagarian Koto Gadang Kab. Agam. Rumah ini didirikan tahun 1800-an. H. Agus Salim adalah mantan Menteri Luar Negeri (1947-1949). H. Agus Salim yang juga dikenal sebagai diplomat, jurnalis dan juga menguasai tidak kurang sembilan bahasa asing.
Selain tokoh politik, kota Bukittinggi juga tempat kelahiran para sastrawan besar Indonesia, di antaranya Usmar Ismail (tokoh perfilman), Nur Sutan Iskandar dan lainnya.
Nur Sutan Iskandar, misalnya, adalah salah seorang sastrawan besar Indonesia. Pemilik nama asli Burhanuddin St. Iskandar ini rumah kediamannya terdapat di Jalan Veteran No.9 Bukittinggi. Rumah yang luasnya 210 meter persegi ini dibangun tahun 1910.
Di tempat kelahirannya Maninjau Nur Sutan Iskandar juga mendirikan “Rumah Baca Nur St. Iskandar”.
Nur St. Iskandar adalah pengarang yang sangat produktif. Beberapa karyanya antara lain Hulubalang Raja, Salah Pilih, Karena Mertua dan lain-lain. Nur St. Iskandar pernah menjabat Pemred Balai Pustaka dan Kepala Pengarang Balai Pustaka.
Itulah antara lain kota Bukittinggi, sebagai kota wisata keindahan alam, wisata sejarah dan wisata sastra, serta kota wisata kuliner yang maknyos. Silahkan datang bagi yang berminat!
Penulis lepas, pernah bekerja sebagai redaktur Panji Masyarakat, tinggal di Tangerang Selatan, Banten.