Berkah Ramadan dan Penutupan RS Darurat Covid-19

(RSDC Wisma Atlet Kemayoran)

Di tengah umat Islam sedang merayakan puasa Ramadan 1444 H, Pemerintah menutup secara resmi RS Darurat Covid-19 atau RSDC Wisma Atlet Kemayoran Jakarta pada 31 Maret 2023.

Rumah sakit yang telah merawat lebih dari 132.000 pasien Covid itu mulai tanggal 31 Maret 2023 berakhir sudah masa tugasnya seiring dengan semakin berkurangnya pasien Covid-19 yang harus dirawat.

Banyak relawan yang telah berjasa dalam merawat ribuan pasien Covid-19 tersebut selama periode Maret 2020 sampai Desember 2022. Paling tidak ada 16.000 tenaga medis atau relawan yang pernah menjadi relawan di Wisma Atlet Kemayoran ini, baik itu dari kalangan dokter spesialis, dokter umum, perawat, dan tenaga medis yang lainnya.

Kendati begitu, Pemerintah masih menyediakan Tower 6 Wisma Atlet tetap disiagakan untuk mengantisipasi apabila ada lonjakan kasus Covid-19. Tower 6 dipilih karena akses yang paling mudah untuk masuk ke Wisma Atlet. Dan pengoperasian Tower 6 akan dipegang oleh Kapuskes TNI.

Penutupan operasional RSDC memang menyimpan berbagai cerita suka dan duka, juga cerita-cerita mistis, baik dari para relawan kesehatan maupun para pasien Covid-19. Mereka masih terkenang hari-hari berat bagaimana akibat Covid-19 membuat banyak orang kehilangan keluarga, sanak kerabat, maupun teman dekatnya.”Dulu kita pantang pulang sebelum Corona tumbang, kini saatnya kita para relawan pulang ke rumah. Karena Corona sudah tumbang,” kata seorang relawan sambal menahan haru.

Kejadian di bulan Ramadan ini selain menjadi berkah bagi seluruh umat manusia, terutama di Indonesia, bisa jadi juga merupakan suatu mukjizat. Karena bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah, rahmah dan magfirah.

Rasulullah Saw. Bersabda, “Telah datang bulan Ramadan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.” (H.R. Ahmad).

Semoga berkah dari Ramadan. Semoga semua umat Islam dapat merayakan ibadah Ramadan dengan tenang dan khusyuk, juga ibadah lainnya selama Ramadan.

Semua berharap dan berdoa agar Covid-19 tidak ada lagi di muka bumi ini, tidak hanya di Indonesia, dan ini menandakan kesehatan warga Indonesia semakin bertambah baik dan sejahtera.

(Ilustrasi-Semua ingin sehat)

Hikmah di Balik Musibah

Every cloud has a silver lining, selalu ada hikmah di balik setiap musibah. Petuah bijak semacam ini pastilah bukan hal baru yang pernah kita dengar. Setiap kali ada musibah, kalimat itu sering disampaikan orang-orang di sekitar kita sebagai motivasi untuk membangkitkan semangat, mengajak berpikir positif, ataupun dalam rangka menyiratkan kepasrahan manusia sebagai mahluk yang lemah di hadapan takdir Allah Swt.

Ketika Allah memberikan musibah kepada hamba-Nya seperti pandemi Covid-19, maka yang perlu diperhatikan bukan dari sisi sebab musabab belaka. Namun jauh lebih penting adalah bagaimana memahami hikmah di balik rentetan musibah yang datang silih berganti.

Manusia adalah hamba, sedangkan Allah adalah Tuhannya yang bisa kapan saja memberikan musibah, ujian, maupun nikmat kepadanya. Allah bisa memberi nikmat kenyamanan, juga bisa memberi musibah atau cobaan.

Allah berfirman: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 155).

Kita hakul yakin bahwa pada tiap-tiap kejadian, musibah, wabah, dan lain-lain, yakinlah pasti terdapat hikmah yang bisa diambil bagi mereka yang mau berpikir dan tafakur. Karena, semua terjadi atas izin Allah Swt.

Pandemi Covid-19 ini telah menguji umat manusia dalam menjalin hubungan manusia dengan Allah Swt., hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta.

Musibah ini telah memberi hikmah kembali kepada kita untuk membangun kembali keintiman antar anggota keluarga, membangun iklim komunikasi yang lebih baik, sehingga rumah dan keluarga menjadi fondasi bagi sebuah tatanan keluarga yang harmonis.

Dalam Islam, keluarga harmonis adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Konsep keluarga ini diartikan dengan keluarga yang damai tentram, penuh cinta kasih atau harapan, dan kasih sayang. Hal ini bisa menjadi landasan dalam berkeluarga, agar senantiasa mendapat rida Allah Swt.

Menghadapi Krisis Kesehatan

Dalam dunia kesehatan, ada satu teori yang sangat terkenal dari Barat hingga ke Timur. Yakni “sesungguhnya sakit tidak selalu disebabkan oleh lemahnya fisik saja, akan tetapi kondisi kejiwaan yang lemah bisa jadi penyebab juga.”

Teori tersebut dikemukakan oleh seorang ulama terkenal sekaligus seorang ahli di bidang kedokteran kelahiran Bukhara Uzbekistan tahun 980 M. Tokoh itu bernama Abu ʿAli al-Ḥusayn ibn ʿAbdillah ibn Sina, yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Sina yang bergelar Bapak Kedokteran dunia. Ibnu Sina di dunia Barat dikenal dengan nama lain, yaitu Avicenna.

Ibnu Sina dikenal dengan suatu teori bahwa akal seseorang berperan besar dalam menentukan kesehatan seseorang. Teori yang dia kemukakan itu adalah : “Akal yang sehat terdapat dalam badan yang sehat.”

Di tengah ancaman pandemi virus Corona (COVID-19), banyak sekali orang mengalami cemas dan tidak sedikit yang mengalami kepanikan. Keadaan tersebut dapat memicu daya tahan tubuh seseorang menurun, sehingga rentan terhadap serangan penyakit, termasuk virus Corona.

Melihat hal tersebut, Ibnu Sina menganjurkan agar selalu menjaga diri agar tetap sehat jasmani maupun rohani, dan segera sembuh dari sakit.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitabnya berjudul ‘Isy Allahzah (Athlas lin Nashri wal Intaji wal I’lamiy , 2015, Cet.I, halaman 161) Ibnu Sina mengingatkan agar orang tidak panik dalam menghadapi musibah, bersikap tenang dan selalu sabar.

Kepanikan, kata Ibnu Sina adalah separuh penyakit. Karena itu dia meminta agar kita selalu berpikir positif, dan selalu yakin bahwa Allah subhanahu wata’ala melindungi kita.

Ketenangan adalah separuh obat. Ibnu Sina menegaskan bahwa perlunya orang memiliki ketenangan jiwa, baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Dalam keadaan sehat orang yang memiliki ketenangan jiwa yang membawanya terhindar dari berbagai-penyakit jasmani maupun rohani. Sebab ketenangan merupakan sebuah benteng, sehingga memiliki imunitas yang kuat. Caranya selalu mengingat Allah.

Ibnu Sina mengatakan bahwa sabar adalah awal dari kesembuhan. Kesabaran itu ibarat jamu, rasanya pahit, tetapi berkhasiat bagus untuk menjaga kesehatan.

Dengan berakhirnya masa pandemi Covid-19, maka menjaga kesehatan sudah menjadi sebuah kewajiban semua orang. Hal-hal yang sebelumnya kurang diperhatikan, kini justru harus semakin diperhatikan. Harus ada pola hidup baru dan menjadi sebuah pembiasaan baru di mata masyarakat yang selama ini bisa jadi tidak terlalu peduli dengan kesehatan.

Menurut Kotler, pola hidup sehat adalah gambaran dari aktivitas berdasarkan keinginan dan minat kita dan bagaimana pikiran kita menjalaninya dalam berinteraksi dengan lingkungan kita. Pola hidup sehat yang kita terapkan dapat secara positif kita tularkan kepada orang lain, khususnya kepada keluarga sehingga mereka juga dapat merasakan banyak manfaatnya. (Shol)