Al-Khawarizmi (1): Bapak Aljabar dan Matematika

Jika matematika amat penting dalam sains  modern dewasa ini, agaknya tak banyak orang tahu peranan yang diberikan para ilmuan Islam dalam bidang ini. Di antara sejumlah ilmuwan muslim yang amat berjasa dalam bidang matematika ini adalah Al-Khawarizmi. Tokoh ini adalah peletak ilmu al- jabar sebagai cabang matematika independen.  Tapi tak hanya itu, Al-Khawarizmi juga meletakkan dasar-dasar penting dalam bidang astronomi, geografi dam kartografi   (ilmu perpetaan). Demikian hebatnya penemuan-penemuan ilmiah Khawarizmi, sehingga selama ber- abad-abad sejak abad ke-9 M karya-karya mempengaruhi para ilmuan baik di Timur maupun di Barat. Karya-karya Al-Khawarizmi juga menjadi model penulisan buku- buku teks matematika.

Al-Khawarizmi memang ilmuan Muslim perintis ilmu pasti modern. Nama lengkapnya; Muhammad ibn Musa Al- Khawarizmi. Lahir di Khawarizmi, Uzbekistan, pada  tahun 194 H/780M dan wafat pada 266 H/850 M di Baghdad. Bukunya yang amat mempengaruhi perkembangan ilmu pasti di Eropa adalah Al-Jabr Al-Muqabala (Pengutuhan Kembali dan Pembadingan), yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sehingga merangsang bangkitnya ilmu pasti di Eropa pada abad pertengahan.

Buku ini berisi pengetahuan  tentang reduksi dan penghapusan. Di Eropa kuno Aljabar atau reduksi dikenal pula sebagai restauratio, yakni mengenai pemindahan suku bunga ke seberang tanda persamaan. Sedangkan Al-Muqabala kemudian dikenal sebagai oppositio yakni, penghapusan suku-suku yang sama di seberang  –menyeberang-  tanda persamaan.

Karya besar Al-Khawarizmi inilah yang menimbulkan istilah baru dalam ilmu pasti yaitu al-jabr yang diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa sebagai algebra atau aljabar. Istilah “Algebra” ini pernah dicampur- adukkan dengan nama Geber (jabir bin Aflah), sehingga terdapat kata “regula gebri”, seperti dikemukakan Stifel tahun 1544 dalam bukunya Arithonatic Integra. Sebelum Al-Khawarizmi memang sudah ada ilmuan Barat yaitu Diophantes (250 SM) dari Yunani yang merumuskan ilmu semacam Aljabar. Al-Khawarizmi kemudi- an menata kembali ilmu itu; mengkritik pemikiran Diopanthes dengan amat teliti. Tulisan Diopanthes yang tidak jelas, di uraikan kembali oleh Al-Khawarizmi sejelas-jelasnya. Kesalahan-kesalahan teori Diopanthes dibetulkannya untuk selanjut- nya dikembangkan menjadi suatu ilmu aljabar yang sistematis Karena itu, tidak berlebihan, kalau Al-Khawarizmi digelari “Bapak Aljabar”.

Kemunculan Al-Khawarizmi sebagai “Bapak Aljabar” tidak bisa dilepaskan dengan keadaan sosial ekonomi yang mengitari Asia Tengah. Khawarizmi adalah kawasan perlintasan perdagangan antara India, Timur Dekat, Kaukasus, Turki dan Eropa Timur. Para pedagang Muslim di Asia Tengah amat aktif dalam dunia per- dagangan. Dalam dunia perdagangan ini, para pedagang mengalami kesulitan dalam menghitung, karena angka-angka bilangan yang dominan waktu itu, ternyata tidak praktis. Al-Khawarizmi memecahkan kesulitan itu dengan memperkenalkan angka-angka Arab dan bilangan nol.

Sebagaimana diketahui angka-angka Romawi tidak ada nol dan tidak bisa dipakai untuk sistem  persepuluhan dengan angka-angka di belakang koma. Dengan angka-angka Romawi tidak mungkin dilakukan penjumlahan dari atas ke bawah menurut lajur-lajur sesuai dengan asas algorisme (ilmu yang muncul dari Al-Khawarizmi) karena cara notasi dengan angka-angka Romawi sering diperlukan deretan yang lebih panjang bagi nilai angka lebih kecil. Misalnya CCCLXXXVIII (388) lebih panjang deretannya daripada M (1.000.000.000). Dengan (1.000.000.000). Jadi makin besar nilainya, kian panjang deretannya ke samping; dengan ketentuan setiap angka sebelah kiri mempunyai nilai sepuluh kali lipat angka yang langsung ada di sebelah kanannya; yakni sistem per sepuluhan dan algorisme. Dengan demikian, penjumlahan bilangan-bilangan i dari atas ke bawah untuk beberapa deret angka tidak mengalami kesulitan. Tanpa notasi Arab, tak mungkin ada mesin jumlah atau mesin hitung modern (kalkulator). Notasi India dan Tiongkok/Jepang juga tidak mengenal asas algorisme itu. Begitu juga pemangkatan untuk meringkaskan bilangan astronomik seperti 10.999. Dengan angka Romawi pemangkatan demikian tak mungkin dapat dinyatakan.

Itulah karya besar Al-Khawarizmi, sebagai orang pertama yang menemukan suaru klasifikasi desimal yang sistematik dengan menggunakan bilangan nol, sehingga memungkinkan terciptanya ilmu berhitung sebagaimana kita kenal sekarang. Selanjutnya, tanpa klasifikasi desimal itu, tidak mungkin pula matematika modern dikembangkan.

Dengan perumusan klasifikasi desimal ini, maka Al-Khawarizmi telah meletakkan dasar-dasar pokok aljabar. Ia menyusun pula daftar logaritma (berasal dari kata “algorithmus” atau “algoritma”: yaitu cara menghitung yang ditemukan Al-Khawarizmi), beberapa rumus ilmu ukur yang kemudian oleh kalangan Barat dipalsukan sebagai penemuan John Napier (1550-1617) dan Simon Stevin (1548-1620).

Bersambung

Sumber: Panji Masyarakat, No.428.