10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga (5): Zubair bin Awwam
Zubair bin Awwam terlibat dalam pengembangan Islam ke luar jazirah Arab. Dialah yang membuka benteng Babilonia ketika menaklukkan Mesir. Bagaimana perseteruan politiknya dengan Ali bin Abi Thalib?
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, disebutkan 10 sahabat Nabi yang digembirakan atau dijamin bakal masuk surga. Mereka adalah (1) Abu Bakar Ash-Shiddiq, (2) Umar bin Khaththab. (3) Utsman bin Affan, (4) Ali bin Abi Thalib, (5) Zubair bin Awwam, (6) Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrah, (7) Abdurrahman bin Auf, (8) Sa’ad bin Abi Waqash, (9) Thalhah bin Ubidillah, (10) Sa’id bin Zaid. Sebagaimana halnya pada figur dan perjuangan Rasulullah SAW, kita juga bisa mengambil suri tauladan dari para sahabat yang tergolong generasi pendahulu atau as-sabiquunal awaaluun itu. Empat tulisan terdahulu memuat masing-masing Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib. Tulisan berikut ini tentang Zubair bin Awwam, sepupu Nabi, dan putra kakak kandung istri Nabi, Khadijah binti Khuwailid.
Suatu hari Zubair bin Awwam mendapat kunjungan sahabatnya yaitu Abu Bakar. Dalam pertemuan itu Abu Bakar menceritakan wahyu kenabian yang diterima Muhammad melalui perantaraan Jibril. Kisah yang disampaikan Abu Bakar itu rupanya sangat menyedot perhatian Zubair, sehingga dia mersakan sesuatu telah menelusuri dalam tubuhnya. Darahnya bagaikan hampir keluar memancar dan memotong urat-uratnya karena sangat mendidih. Kedua sahabat itu akhirnya mereka sepakat untuk bertemu di tengah malam untuk kemudian menemui Muhammad. Sesampainya di rumah Rasulullah, maka mereka ditemui Rasulullah dengan penuh ramah dan penghormatan, dan selanjutnya Zubair menyatakan masuk Islam, bersaksi dengan ke-Esa-an Allah dan bersaksi dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Zubair berasal dari keluarga terpandang di Mekah, baik dari sisi ayah maupun ibunya. Ayahnya, Awwam bin Khuwailid, adalah saudara kandung Khadijah binti Khuwailid. Yakni isteri Nabi dan wanita bangsawan Quraisy yang luhur nasabnya, baik budinya, hartawan dan cantik jelita. Ibunya yaitu Shafiyah binti Abdul Muthalib juga bangsawan terhormat, dari Bani Hasyim. Dengan demikian, Nabi dan Zubair adalah saudara sepupu.
Ayah Zubair yaitu Awwam adalah seorang tukang kayu. Namun keahlian itu tidak menurun pada putranya, karena ia senang bekerja sebagai pemotong hewan, ia membuka toko yang menyediakan peralatannya, seperti pisau, dan dagangan daging.
Ibunya, Shafiyah, setiap hari mengajari Zubair menjadi manusia pemberani, dengan cara menakut-nakuti dengan pemukul kayu. Sementara sang Ibu setiap kali melayangkan pukulannya, setiap kali pula Zubair bisa menangkisnya. Dengan didikan ibunya seperti itu, Zubair berjanji kepadanya, bahwa setelah ia menjadikan anak yang kuat ia tak mau dihinakan orang. Mendengar janji putranya itu, maka Shafiyah berhenti memukul dan menjadi tenanglah amarahnya. Begitulah tindakan Ibu Shafiyah dalam mendidik Zubair untuk menjadi anak yang kuat dan keras, sehingga ia menjadi pemuda yang ditakuti oleh semua orang, karena mereka mengerti dengan pasti tentang keberanian dan watak kerasnya.
Setelah masuk Islam secara resmi, Zubair termasuk orang yang tidak menyembunyikan imannya, dan ia tidak menjadi orang yang minder dalam segala hal. Waktu itu Zubair masih berusia 16 tahun. Ketika pamannya, Naufal, mengetahui sang keponakan masuk Islam, ia berusaha membelokkan tujuan Zubair dan supaya tidak meneruskannya. Tetapi Zubair tetap tidak mau menuruti pamannya, ia tetap mantap untuk meneruskan perjalanannya. Sang paman pun marah. Zubair diikat dan kemudian dibungkus tikar dan diasapi. Ini semua dimaksudkan untuk meyiksanya, dan tidak diberi minum dan makan. Pamannya selalu mempersempit dan bersemangat menyiksanya. Namun usaha pamannya itu tidak membekas dan menarik kembali tujuan Zubair.
Zubair memang tidak lemah dan tidak menyerah begitu saja, namun demikian ia tetap menghormati pamannya. Dia tetap sabar menghadapi penderitaan yang sedang dihadapinya. Akhirnya sang paman putus asa, dan membiarkan Zubair bebas leluasa.
Zubair adalah satu-satunya sahabat yang selalu mengikuti peperangan bersama Nabi. Dalam setiap pertempuran dia selalu menjadi tempat harapan kaum muslimin karena kemahirannya menunggang kuda, keberaniannya, dan selalu maju pantang mundur. Setelah Rasulullah wafat Zubair membantu Abu Bakar memerangi kaum murtad, dan menjadi panglima dalam perang Yarmuk. Ia juga bersama Umar bin Khattab menaklukkan kota Al-Quds secara damai. Dalam penaklukakan Mesir, Zubairlah yang membuka benteng Babilonia.
Setelah menyelesaikan tugasnya, ia kembali ke Madinah. Ketika Umar mati terbunuh, Zubair termasuk kandidat khalifah. Tetapi pilihan akhirnya jatuh kepada Utsman bin Affan. Ia pun ikut membaiatnya dan berperan sebagai penasihat. Belakangan, ketika terjadi badai fitnah yang melanda kekhalifahan Utsman, Zubair mengirim putranya, Abdullah, untuk melindungi Utsman dari orang-orang yang akan membunuhnya. Tragis, Utsman terbunuh, dan orang-orang pun membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Zubair yang semula enggan membaiat Ali, akhirnya membaiat juga. Ia meminta kepada Ali untuk segera menuntut balas terhadap para pembunuh Utsman, tapi Ali rupanya masih ingin mencari waktu yang tepat untuk mengusut perkara yang pelik ini.
Akhirnya Zubair bersama Thalhah bin Ubaidillah meninggalkan Madinah, dan bergabung dengan Aisyah yang sedang berada di Mekah. Mereka membujuk Aisyah pergi ke Basrah dalam rangka membangkang terhadap pemerintahan Ali. Rencana ini diketahui oleh Ali, dan meraka pun dihadang bersama pasukannya. Aisyah berhasil ditangkap dan dikembalikan ke Madinah.
Adapun Zubair bin Awwam, yang setelah bertemu dengan Ali yang menyadarkan akan kebersamaan mereka bersama Rasulullah, berniat tak hendak meneruskan peperangannya. Sempat kena bujuk untuk kembali melawan Ali, akhirnya Zubair memutuskan kembali ke Madinah setelah bertemu dengan Ammar bin Yassir dan Abdullah bin Abbas yang mengingatkannya untuk tidak berperang. Nahas, dalam perjalanan pulang ke Madinah, ketika hendak menunaikan salat, ia diikuti oleh salah seorang pengikut Ali, yang kemudian membunuhnya.
Ali menolak ketika sang pembunuh akan menemuinya. Kata dia, “Sampaikanlah berita bahwa pembunuh Zubair akan masuk neraka.” Dan ketika ia menerima pedang Zubair yang dipersembahkan pedanya Ali berujar, “Inilah pedang yang telah lama menggembirakan kesusahan Rasulullah SAW.” Zubair bin Awwam wafat dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Wadi Siba, sekitar lima mil dari Basrah.