Buku Membincang Keberanian Fisik dan Moral Bugis Makassar

Karakter atau sebutlah perilaku suatu suku bangsa merupakan bahan kajian yang paling diminati para ilmuwan sosial dari bermacam bidang. Ada yang mengulas dari sudut antropologi, budaya, sosiologi dan pendekatan sejarah.

Alif we Onggang, penulis buku Barani Hidup dengan Martabat Mati dalam Gairah, Epik dan Heroisme Bugis Makassar di Tepi Sejarah, memakai pendekatan sejarah dalam mengurai perilaku suku Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja.

Buku ini diluncurkan dan didiskusikan di Warung Resto “PADA IDI”, Sabtu (19/10/2024) kawasan Jakarta Utara. Tampil dalam bedah buku tersebut penulis buku Alif we Onggang, Prof. Dr. Mashadi Said, penulis buku Jati Diri Manusia Bugis yang juga seorang professor bahasa, dan Prof. Dr. Hafidz Abbas, mantan Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM dan eks Ketua Komnas HAM.

Menurut penggagas acara, Jumrana Salikki, diskusi buku ini merupakan apresiasi terhadap Alif we Onggang, seorang jurnalis yang telah memimpin banyak penerbitan di antaranya Suara Bahari, Majalah Saudagar, Majalah Pinisi dan Pinisi co.id. Alif juga telah menulis beberapa buku di antaranya Sejumlah Orang Sulawesi Selatan (l998), Saudagar Bugis Makassar ( 2008), Mati Ketawa Ala JK (2004), Lopa yang Tak Terlupa (2018), Ayam Jantan Tanah Daeng (editor).

“Kita berharap Alif terus berkarya menulis buku. Pesan Bugis-Makassar akan tenggelam kalau kita tidak berkarya,” harapnya.

Jumrana Saalikki yang juga Wakil Ketua Umum BPP KKSS (Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) ini menambahkan, Barani atau Berani itu untuk menggugah terus berbuat sesuatu yang bermanfaat buat agama, bangsa dan negara.

“Keberanian itu tidak hanya fisik, tapi juga keberanian moral. Berani itu karena kebenaran. Di situ ada nilai , istiqamah dengan kebenaran,” tegas Ketua Umum Pilar Bulukumba ini.

Diskusi buku “Barani”

Sementara itu menurut penulis buku, pemilihan pada diksi “ barani” mempunyai pengertian yang sama dengan berani atau warani.

“Paparannya terkait keberanian manusia Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja dengan titik tumpu pada filosofi siri’ yang mewujud dalam kehormatan, martabat, tanggung jawab, amanah dan harga diri. Ini nilai-nilai yang diajarkan leluhur kita,“ ujarnya.

Alif menambakan, barani itu bukan bias jender. Ternyata wanita Bugis-Makassar juga berani. Siapa menyangka karakteristik dan watak pemberani juga disandang oleh perempuan Bugis-Makassar.

“Dalam banyak hal, kaum Hawa di sini mengandung kemiripan dengan lelaki, antara lain cakap di luar peran domestik hingga tampil mengangkat senjata di medan perang,” terangnya.

Mashadi Said memuji buku Barani Hidup dengan Martabat, Mati dalam Gairah. Menurutnya, buku ini menunjukkan penelitian yang komprehensif, dengan banyak referensi sejarah dan budaya yang mendukung argument penulis. Gaya penulisan yang menarik dan deskriptif membuat tema yang berat menjadi lebih dapat diakses oleh pembaca yang beragam.

“Penekanan pada perspektif lokal memberikan kontribusi berharga bagi kajian budaya dan sejarah, menjadikan buku ini unik di antara karya lain yang membahas keberanian”, nilainya.

Mashadi menambahkan, buku Barani Hidup dengan Martabat Mati dalam Gairah adalah karya yang kaya akan informasi dan mengangkat tema keberanian dalam konteks budaya Bugis Makassar dengan cara yang menarik.

“Buku ini sangat direkomendasikan untuk pembaca yang tertarik pada studi sejarah, antropologi, dan etika, serta mereka yang ingin memahami lebih dalam tentang nilai-nilai budaya yang membentuk masyarakat Indonesia,” jelasnya.

Sementara itu Prof. Dr. Hafidz Abbas menjelaskan peran orang Bugis Makassar, Mandar dan Toraja dalam situasi krisis dan mereka mampu menyelesaikan dan menyelamatkan. Misalnya, pada era reformasi saat Pak Harto lengser dari kekuasaan, tokoh-tokoh Sulawesi Selatan yang yang tampil memegang jabatan strategis dan menyelesaikan permasalahan adalah BJ Habibie sebagai presiden, Yunus Yosfiah Sebaai menteri Penerangan, Tantri Abeng, menteri BUMN, dan Andi Ghalib sebagai Jaksa Agung.

Selain itu, menurut Hafidz Abbas, dalam berjuang orang Bugis Makassar rela berjuang di manapun berada. Misalnya, Syekh Jusuf berperan dan berjasa ketika hidup di pengasingan Afrika Selatan. Dan dia sangat dihargai di sana, bahkan dianggap berjasa oleh pemimpin Afsel Nelson Mandela. Seperti diketahui, Syekh Jusuf telah diangkat sebagai pahlawan nasional Afrika Selatan.

Hafisdz Abbas menjelaskan ada beberapa faktor mengapa orang Bugis Makassar bisa berperan mengatasi setiap permasalah atau krisis. Antara lain, orang Bugis-Makassar bisa beradaptasi dengan baik, orang Bugis bersifat inklusif atau bisa bekerjasama dengan orang lain, orang Bugis tidak pernah menyerah. Berikhtiar terus mencapai cita-citanya.

Diskusi dihadiri tokoh-tokoh KKSS di antaranya Sekjen BPP KKSS Abdul Karim, Wakil Ketua Umum Muslimin Mawi, Wakil Dewan Pembina Andi Jamarro Dulung, dan penyair Aspar Puturusi yang sempat membacakan puisinya.

Alif we Onggang, penulis buku, dan istrinya Hadijah Tahir