Tati Hartimah: GUPPI Harus Peduli Pendidikan Keluarga
Gerakan Usaha Pembaruan Pendidikan Islam (GUPPI) akan mengadakan muktamar pada 18 – 19 Mei 2024 di Jakarta. Muktamar ke-10 ini beberapa kali tertunda akibat pandemi Covid-19.
Sebagai organisasi massa Islam, GUPPI diminta untuk memberi perhatian kepada pendidikan keluarga, karena keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan karakter anak sejak kandungan hingga dewasa.
Hal itu disampaikan Dr. Tati Hartimah, dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam dialog ringan di Nurcholish Madjid Training Center (NMTC) Ciputat, Jum’at sore (05/05/2024).
Dalam pandangannya, untuk memajukan pendidikan nasional, pemerintah seharusnya tidak hanya menggantungkan pada pendidikan formal di sekolah, namun pendidikan keluarga juga perlu mendapat perhatian. Karena keluarga merupakan pilar utama dalam mendidik anak mulai dari kandungan hingga dewasa dan kehidupan di masyarakat.
“Saya melihat pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara lain. Kualitas pendidikan yang ada tidak sebanding lurus dengan usia negara yang secara historisitas dibangun oleh para tokoh pendiri bangsa (founding fathers) yang sangat peduli dengan masalah pendidikan,” ujar Tati.
Menurutnya, ada banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, terutama masalah regulasi dari pemerintah dan konsistensi dalam implementasi kebijakan.
“Ada banyak faktor yang berimplikasi pada rendahnya mutu pendidikan, terutama pada regulasi atau kebijakan sistem. Pendidikan secara umum kondisi masyarakat masih mentalitas inlander, sehingga tidak mampu mandiri dan berani melakukan terobosan-terobosan, atau innovasi, sehingga pendidikan kita belum dapat mengacu pada daya saing yang kompetitif di tingkat global. Selain itu konsep dan prinsip pendidikan dalam Islam tidak mejadi kesepahaman seluruh umat karena minimnya pihak yang mampu menterjemahkan materi-materi keislaman dengan baik sehingga dapat diterapkan di dunia pendidikan,” ungkapnya.
Dirinya berharap agar pemerintah dalam membuat kebijakan di bidang pendidikan menggunakan niat baik untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa, tidak semata-mata faktor politis.
“Pemerintah harus membuat kebijakan pendidikan yang baik dan berkorelasi dengan kebutuhan masyarakat dengan tetap mengacu pada nilai keberagamaan masyarakat, tidak hanya melulu karena politis ganti menteri ganti kurikulum,” ujar Tati yang juga seorang ustadzah di sejumlah majlis taklim di daerah Tangerang Selatan, yang lama dia bina sejak masih aktivis Kohati HMI di Ciputat.
Peran GUPPI
Terkait dengan peran GUPPI di masa depan, Tati meminta agar GUPPI terus membaca perubahan. GUPPI harus ikut berperan dalam menyiapkan generasi masa depan bangsa, terutama dari kalangan Wanita GUPPI
“Karena itu, saya berharap agar kawan-kawan pengurus dan anggota GUPPI, terutama Wanita GUPPI, harus bisa menjadi pembaca perubahan zaman, harus terus melakukan pembaruan sebagaimana semangat didirikannya GUPPI, yaitu gerakan pembaruan. Di dalam GUPPI ada kata pendidikan Islam, dan itu artinya kita harus ada di barisan paling depan dalam mengawal masa depan Pendidikan Islam di Indonesia. Kita ini yang harus mempelopori semangat keluarga, terutama kaum perempuan untuk menyiapkan pendidikan yang terbaik untuk masa depan anak-anak kita yang akan memimpin bangsa dan negara kita ini. Dan buat orang tua, mereka semua akan merasakan betapa kelak anak-anaknya akan menjadi generasi baru yang membanggakan dan membawa perubahan bagi umat Islam,” harapnya.
Dalam pandangannya, pendidikan adalah sebuah gerakan yang membuka ruang kepada masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan kebijakan. Masyarakat yang dimaksud adalah para penggiat dunia pendidikan, termasuk GUPPI.
“Nah ini salah satu yang paling menantang, karena urusan pendidikan jangan hanya diserahkan kepada pemerintah, namun masyarakat juga harus punya partisipasi dan kontribusi yang nyata,” ujarnya.
“Jadi kita memandang bahwa pendidikan ini sebagai sebuah gerakan, maka pemerintah harus membuka ruang dan mengajak semua lapisan masyarakat untuk terlibat aktif dan berkolaborasi. Karena itu saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Pak Fasli Jalal beberapa waktu lalu agar GUPPI berkolaborasi dengan ormas-ormas Islam untuk melakukan pembaharuan pendidikan Islam,” sambungnya.
Menurutnya, kebijakan “Merdeka Belajar” yang digagas oleh Kemendikbudristek, adalah suatu langkah yang strategis untuk melakukan gerakan pembaharuan pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan Islam.
“Langkah Kemendikbudritek yang telah melaunching Kurikulum Merdeka pada 26 Maret 2024 yang lalu itu kita jadikan momentum untuk melakukan pembaruan pendidikan di Indonesia. Kita jadikan semangat Merdeka Belajar itu menjadi modal untuk menjadikan anak-anak kita itu anak-anak yang berkarakter, yaitu anak-anak yang berakhlak mulia sesuai dengan cita-cita luhur pendidikan nasional kita,” katanya.
Menurut Tati, pembentukan karakter anak harus dimulai sejak dini di dalam lingkungan keluarga. Tidak semata mengandalkan pendidikan formal di sekolah. Pendidikan karakter itu tidak ada sekolahnya. Sekolah pendidikan karakter itu lewat teladan, dan teladannya ada dalam keluarga.
“Setiap orang tua harus menjadi contoh teladan dalam mendidik karakter anak-anak. Dan pendidikan karakter tidak lepas dari pendidikan agama, karena nilai-nilai agama dapat menjadi pegangan dalam meniti hidup dan kehidupan,” tutur Tati, yang juga alumni S3 dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Sebagai seorang ibu, Tati meyakini bahwa rumah tangga merupakan pintu awal dalam pembentuk karakter anak, bukan di tempat lain. Karena itu, orang tua menjadi kunci utama dalam membentuk disiplin anak.
“Pendidikan terpenting itu berada di setiap rumah kita. Itu adalah tempat pendidikan yang terpenting. Karena itu, orang tua harus memulai dengan kesadaran bahwa pendidikan karakter itu ada di rumahnya. Bila orang tua tidak menganggap rumahnya sebagai sekolah bagi anaknya, maka mulai dari sekarang kita jadikan rumah kita sebagai sekolah peradaban, dan di situlah pendidikan pertama,” ucapnya.
Ia juga menegaskan bahwa ibu adalah pendidik pertama bagi anak, yakni sejak anak dalam kandungan. Karena itu menurut Tati, didukung berbagai riset modern, di situlah proses pendidikan pertama dilakukan.
“Orang tua harus menjadi orang tua yang siap mendidik, karena itu setiap calon orang tua harus menyiapkan diri untuk menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Itu namanya orang tua. Karena itu, saya mendukung program Kementerian Agama yang mensyaratkan kepada calon pengantin untuk mengikuti kursus pembinaan Keluarga Sakinah agar mereka mempunyai bekal yang cukup untuk membina keluarga baru,” jelas Tati yang jebolan Pendidikan Guru Agama (PGA) Bandung.
Tati Hartimah berharap agar berbagai tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan Islam tersebut dapat menjadi perhatian dalam muktamar GUPPI ke-10. “Ini menjadi pekerjaan besar dan mulia bagi GUPPI untuk kembali mempertegas kembali eksistensi dan jati dirinya sebagai gerakan pembaruan pendidikan Islam di Indonesia.”