MENGAPA ANAK KECIL BERISIK SAAT TARAWIH

Di bulan Ramadhan ini masjid begitu ramai, bukan hanya kalangan orang tua dan dewasa, namun anak-anak juga ikut meramaikan, terutama saat ikut sholat tarawih.

Anak-anak begitu excited menyambut Ramadhan, yang datangnya setahun sekali. Ikut puasa, ada yang kuat seharian penuh, namun ada juga yang hanya kuat sampai tengah hari, yang kalau di kampung dulu disebut Puasa Bedug, karena akan buka puasa saat dengar bedug ditabuh tanda salat dhuhur.

Belum lagi sore hari. Anak-anak akan ramai-ramai ikut nunggu takjil di masjid. Pengurus masjid kadang menyediakan menu yang menggoda karena ada berbagai makanan dan minuman yang kadang hanya ada di waktu bulan puasa.

Melihat anak-anak senang datang ke masjid untuk ikut salat tarawih dengan penuh suka cita memang membuat orang tua gembira. Tetapi persoalannya, anak-anak kecil kadang tidak ikut salat tapi justru bermain-main dan bercanda dengan temannya sehingga membuat suara berisik yang mengganggu kekhusukan beribadah.

Mendapati anak kadang berteriak dan berlarian bisa jadi bukanlah hanya di saat tarawih Ramadhan, tapi juga di salat Ju’mat. Maklum, namanya juga anak-anak. Tapi kebiasaan tersebut jelas bisa membuat kita malu dan merasa tidak nyaman, dianggap tidak bisa mendidik anak-anak.

Pada umumnya para orang tua tidak langsung menegur anak-anak kecil yang berisik itu dengan berkata “Diam” atau “Jangan Berisik”. Para orang tua asyik meneruskan ibadahnya walaupun terganggu dengan suara berisik anak-anak yang becanda, ngobrol dan bahkan main kartu.

Menjadi pertanyaan, apakah pemerintah perlu membuat aturan agar orang tua bisa khusyu’ beribadah di masjid dan anak-anak dilarang ke masjid karena khawatir akan mengganggu ibadah?

Anak-anak perlu dikenalkan dengan masjid bukan hanya sebagai pusat peribadatan umat Islam, namun masjid juga merupakan pusat peradaban Islam. Karena itu masjid harus ramah terhadap anak sehingga anak merasa senang dan nyaman beribadah di masjid. Pemerintah perlu menggiatkan lagi program Masjid Ramah Anak agar anak-anak merasa happy di masjid dan tidak dihantui dengan perasaan takut dimarahi.

Merujuk Surat Edaran Menteri Agama Nomor : 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, terdapat 9 poin imbauan yang disuarakan dalam Surat Edaran tersebut, salah satunya adalah meminta agar umat Islam menjaga toleransi dan persaudaraan, khususnya untuk menyikapi perbedaan penetapan awal Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.

Kementerian Agama tidak mengeluarkan aturan atau panduan tentang boleh tidaknya anak-anak ikut beribadah di masjid. Apalagi Sebagian besar masjid di Indonesia dikelola oleh Masyarakat, bukan pemerintah.

Hal ini berbeda dengan Arab Saudi yang menerapkan sejumlah aturan khusus selama bulan suci Ramadan, termasuk diantaranya adalah larangan membawa anak-anak ke masjid.

Aturan-aturan khusus itu diterbitkan oleh Menteri Urusan Islam, Dakwah dan Bimbingan Sheikh Dr Abdullatif Al-Sheikh tahun 2023 itu mengimbau para jamaah untuk tidak membawa anak-anak ke dalam masjid selama ibadah shalat berlangsung. Alasannya, karena kehadiran anak-anak dinilai akan mengganggu para jamaah, memicu kebingungan dan membuat kekhusyukan hilang.

Fenomena Anak Berisik

Fenomena anak-anak berisik ini bukanlah sepenuhnya kesalahan anak-anak kita. Anak diatas usia 18 bulan sebenarnya sudah sadar kalau dia sudah bisa mengeksplorasi kebebasannya, karena sudah bisa berjalan, berlari dan bebas dari stroller. Anak-anak seolah tak mau menyia-nyiakan kesempatan waktu kecilnya untuk mengeksplor semua kemampuan dan potensinya. Apalagi, berteriak adalah salah satu cara terbaik anak untuk mendapat perhatian dari lingkungannya.

Muhammad Al Fatih, Sultan Turki Ottoman yang berkuasa selama dua periode (1444 – 1481), dan salah satu penakluk Konstantinopel pernah berkata: “Jika kalian tidak lagi mendengar riang tawa dan gelak bahagia anak-anak di masjid-masjid. Maka Waspadalah. Saat itu kalian dalam bahaya”.

Banyak keutamaan yang bisa diraih bila anak-anak kita ikut beribadah di masjid. Baik itu salat fardhu, salat sunah, salat Jum’at dan ibadah-ibadah lainnya, seperti sholat tarawih di bulan Ramadhan.

Di dalam surat At Taubah ayat 18, disebutkan bagaimana memakmurkan masjid.

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

Artinya: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) kecuali kepada Allah, maka semoga mereka menjadi golongan yang mendapatkan petunjuk.”

Secara syara’, tidak ada larangan membawa anak kecil ke masjid atau tempat ibadah. Bahkan hal itu dianjurkan apabila usia anak sudah mencapai mumayyiz. Dalam ilmu fikih, mumayyiz adalah usia di mana anak sudah bisa membedakan antara yang baik dan buruk.

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah mengatakan, meski anak-anak belum diwajibkan untuk salat, tapi orang tua harus mengenalkan salat kepada mereka. Apalagi untuk anak-anak yang usianya mencapai tujuh tahun.
Rasulullah SAW pernah salat dengan membawa cucunya Hasan dan Husein.

Dari Abdullah bin Syaddad dari ayahnya berkata, “Pada suatu salat, Rasulullah keluar. Beliau membawa Hasan atau Husein kemudian meletakkan anak itu di depan saat salat kemudian bertakbir. Namun, saat sujud beliau cukup lama. Lalu, aku mengangkat kepala dan melihat anak itu di atas punggung Rasulullah saw.”

Setelah selesai salat, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah saw., apa yang menyebabkan engkau sujud begitu lama, kami menyangka engkau menerima wahyu?” Rasulullah saw. bersabda, “Bukan, hanya saja cucuku naik ke atas punggungku. Dan aku tidak menurunkannya dengan segera hingga dia merasa puas.” (HR Ahmad, Nasa’i dan Hakim).

Dalam hadist lainnya juga diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah memendekkan bacaan salat saat mengimami salat subuh demi anak kecil yang ikut salat.

Kemudian sahabatnya bertanya “Ya Rasulullah kenapa salatnya singkat, tidak seperti biasanya?. Rasulullah menjawab, “Saya tadi mendengar suara tangis anak kecil, saya pikir ibunya ikut salat berjamaah bersama kita, makanya aku kasihan dengan ibunya,” (HR. Ahmad).

Peran orang tua

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh keberkahan dan kegembiraan. Karena itu ini juga bulan untuk mengedukasi anak-anak kita agar dapat ikut beribadah di masjid dengan tenang dan khusyu’.

Untuk ini, yang harus dilakukan oleh orang tua bukanlah hanya dengan melarang, tapi perlu mendampingi dan mengajari anak-anak bahwa tidak di semua tempat dia bisa bebas berteriak dan berlari. Apalagi ini tempat ibadah.

  1. Beritahu Berteriak itu Tidak Baik
    Memang mudah rasanya orang tua untuk menghardik anak agar segera diam. Namun, hal ini ternyata tidak cukup efektif. Bila teriakan anak sudah mengganggu, maka anak harus segera diamankan ke tempat lain biar tenang. Katakan, kebiasaan teriak itu tidak baik dan bisa mengganggu orang lain. Lalu, lakukanlah kontak mata dengan anak sambil mengatakan, bahwa dia bisa bicara tanpa berteriak.
  2. Jangan Gunakan Ancaman
    Orang tua kerap kali menggunakan ancaman agar anak mau mengikuti instruksinya. Misalnya saat anak berlarian atau berteriak-teriak di masjid, kita mengancam akan pergi dan membawa pulang biar dia tidak ikut tarawih.
    Metode ini bisa saja efektif untuk sementara dan anak tidak berisik. Namun lama-kelamaan anak tahu bahwa itu hanya gertakan saja. Anak tidak tahu kenapa dia dilarang tanpa kita sebagai orang tua memberi penjelasan. Akibatnya anak hanya akan mengikuti sesaat namun akan diulangi lagi lain waktu.
    Menurut penelitian yang dilakukan University of California, AS, rata-rata anak berusia satu tahun mendengar kata “jangan” atau “tidak” lebih dari 400 kali dalam sehari. Bisa dibayangkan bagaimana sumpeknya perasaan anak yang serba tidak boleh.
  3. Beritahu yang Anda Inginkan
    Anak kecil adalah makhluk yang masih sangat minim pengetahuan dan pengalaman. Karena itu apabila kita memberi tahu dan mengarahkan, biasanya anak akan mengikuti.
    Metode ini efektif untuk membangun rasa ingin tahu anak kenapa dia dilarang berisik di tempat ibadah. Lama-kelamaan anak akan tahu mana yang boleh dan mana yang dilarang. Anak tahu kenapa dia dilarang berisik karena orang tuanya bisa memberi penjelasan yang memuaskan. Makanya anak akan mengikuti nasehat orang tua dan tidak akan mengulangi lagi.
  4. Arahkan Anak Ikut Sholat
    Saat mengajak anak ke masjid, kita pasti berharap agar anak kita bisa ikut sholat tarawaih dengan tertib dan khusuk. Apalagi ketemu dengan teman-temannya yang juga sama-sama akan ikut tarawih dengan suasana yang gembira dan penuh tawa. Pokoknya asyik. Saat ketemu dengan teman-temannya itulah anak merasa excited dan menemukan dunia baru, dunia anak-anak yang happy dan fun.
    Disinilah kita dituntut untuk mengarahkan anak-anak agar mereka bisa sholat bareng-bareng dan tidak bercanda apalagi berteriak saat sholat tarawih sedang dilaksanakan.
  5. Empati dan Saling Mengerti
    Orang tua juga mesti memahami bahwa anak kita saat berteriak-teriak dan berlari-lari di masjid itu bukan tanpa sebab. Bisa jadi mereka melakukannya itu karena bosan karena sholat tarawihnya lama, badan terasa capek dan ingin segera pulang. Sementara para orang tua asyik sendiri sholat Kita perlu memahami perasaannya.
    Kita juga perlu menjelaskan kondisi dimana anak kita tidak boleh berisik karena masjid adalah tempat ibadah yang dimulyakan oleh umat Islam. Karena ini adalah rumah Allah SWT, tempat kita bersujud dan memohon doa.

Masjid Ramah Anak.

Sebagai orang tua, kita perlu membiasakan anak beribadah di masjid, bahkan sejak kecil. Sebab, hal itu juga bisa jadi salah satu cara mendekatkan anak pada Allah SWT. Jika kita memarahinya saat ia berisik di masjid, maka anak kita justru bisa mengalami trauma dan enggan kembali ke sana.

Masjid merupakan pusat peradaban Islam, dimana seharusnya semua orang muslim berhak untuk masuk kedalamnya. Selain itu, masjid juga memberikan kenyamanan, kebahagiaan dan ketenangan bagi siapapun yang memasukinya, termasuk anak-anak.

Maka penting kiranya bagi para jamaah masjid, khususnya takmir masjid, untuk peduli terhadap anak-anak agar menjadi “masjid yang ramah anak” sehingga anak-anak punya pengalaman beribadah yang menyenangkan di masjid.