REVITALISASI PERAN KANTOR URUSAN AGAMA

Usulan Menteri Agama agar Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi tempat pencatatan perkawinan tidak hanya untuk umat Islam namun semua agama memunculkan kontroversi. Tidak sedikit yang mendukung ide ini, namun banyak juga yang menolak. Karena selama ini KUA memang hanya melayani urusan agama Islam, tidak untuk penganut non-muslim.

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan ia ingin memberikan kemudahan bagi warga non muslim untuk menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) yang ada di setiap kecamatan.

“Selama ini kan saudara-saudara kita non-Islam mencatatkan pernikahannya di catatan sipil. Kita kan ingin memberikan kemudahan. Masa nggak boleh memberikan kemudahan kepada semua warga negara?” kata Yaqut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/2/2024).

Menurutnya, KUA adalah etalase Kementerian Agama. Kementerian Agama, baginya, adalah kementerian untuk semua agama.
“KUA juga memberikan pelayanan keagamaan pada umat agama non-Islam,” lanjut Yaqut.

Dengan mengembangkan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam, ia berharap data-data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik.

“Sekarang ini jika kita melihat saudara-saudari kita yang non-muslim, mereka ini mencatat pernikahannya di pencatatan sipil. Padahal, itu harusnya menjadi urusan Kementerian Agama,” tambahnya.

Pro dan Kontra

Wakil Ketua Umum (Waketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas termasuk yang tidak setuju dengan gagasan Menteri Agama tersebut, karena itu ia ia meminta agar Kemenag mengkaji kembali penggunaan KUA untuk layanan semua agama.

“Yang namanya KUA itu posisinya ada di bawah Dirjen Bimas Islam. Bukan di bawah Dirjen Urusan Agama Kristen, Katolik, Hindu, atau Buddha,” ujar Anwar Abbas, Selasa (27/2/2024).
Apalagi menurut Anwar, KUA banyak menggunakan tanah wakaf sehingga penggunaannya diperuntukkan untuk umat Islam. Karena itu dia mempertanyakan jika nantinya KUA digunakan untuk agama lain, maka akan menimbulkan masalah.

“Sebaiknya masalah ini dikaji terlebih dahulu dengan baik oleh Kemenag agar tidak menimbulkan masalah dan kegaduhan di kalangan umat dan warga masyarakat di kemudian hari,” tambahnya.

Sementara itu Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua MPR-RI, mengingatkan agar Kementerian Agama untuk fokus memaksimalkan peran KUA dibanding menjadikan KUA sebagai tempat nikah untuk semua agama. Sebab, di KUA masih menghadapi banyak masalah.

“Banyak KUA masih menghadapi banyak masalah, seperti kekurangan penghulu, kepemilikan kantor, hingga revitalisasi bangunan dan layanan, serta maksimalisasi peran dan fungsi penyuluh keagamaan, termasuk yang terkait dengan konsultasi pra nikah”, kata Hidayat, Senin (26/2/2024).

Ia justru minta agar layanan penyuluhan nikah di KUA ditingkatkan dengan semakin maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga.
“Jumlah kasus perceraian semakin tinggi, yakni sebanyak 516.334 kasus pada tahun 2022. Angka tersebut meningkat 15 persen dari tahun 2021 dan merupakan yang tertinggi selama 6 tahun terakhir.” tambah Hidayat.
Menurut Hidayat, selama ini KUA itu identik dengan umat Islam karena semua terkait dengan urusan umat Islam.

“KUA itu identik dengan umat Islam, sehingga akan menimbulkan beban psikologis serta ideologis bagi non Muslim jika harus mengurus pernikahan ke KUA”, imbuh Hidayat.

Sementara itu Ketua Hukum dan HAM Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Yanto Jaya, mendukung rencana Menteri Agama untuk menjadikan KUA sebagai tempat menikah semua agama. Namun hal ini perlu ada harmonisasi peraturan.

“Sangat setuju, tapi harus dipikirkan proses harmonisasi dengan peraturan yang sudah ada,” kata Yanto Jaya sebagaimana dilansir detik.com, Senin (26/2/2024).

Dia menyarankan agar adanya aturan yang mengangkat satu orang dari masing-masing agama untuk menjadi petugas pencatatan di setiap Kecamatan. Agar proses pengurusan administrasi pernikahan bisa lebih dekat dan cepat.
“Lebih bagus semua agama diangkat satu orang untuk menjadi pegawai pencatat di tingkat kecamatan. Sehingga nanti orang cukup ke Kecamatan, selesai urusannya.” ujarnya.

Sejalan dengan itu, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI Agustinus Heri Wibowo juga mendukung rencana Kemenag tersebut untuk menjadikan KUA menjadi tempat pencatatan pernikahan semua agama.

“Mungkin yang dimaksud adalah terkait tempat pencatatan. Kalau tempat pernikahan tentu masing-masing agama sudah mempunyai aturan internalnya berdasarkan ajaran agama dalam perspektif iman,” kata Agustinus kepada CNNIndonesia.com, Senin (26/2).

Agustinus menyebut semangat Kemenag harus memberi pelayanan terhadap semua umat beragama.”Jangan lupa untuk juga mengajak duduk bersama, perwakilan Majelis-Majelis Agama, sesuai mekanisme resminya, sehingga dapat diberi masukan sejauh perlu dan relevansinya untuk kebaikan bersama,” ujarnya.

Ia pun mengingatkan perlu sinkronisasi dan harmonisasi peraturan-peraturan yang ada untuk merealisasikan rencana Menteri Agama tersebut.
“Saya menangkap maksud baik Menteri Agama, yang penting duduk bersama dulu sebelum segala sesuatunya diterbitkan,” katanya.

Revitalisasi KUA

Kantor Urusan Agama (KUA) saat ini memang identik dengan urusan umat Islam saja, termasuk sebagai tempat untuk mendaftarkan pernikahan. Padahal sejatinya, KUA memiliki peran yang jauh lebih luas.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama Kecamatan, KUA setidaknya memiliki 10 layanan utama, yaitu:

  1. pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan nikah rujuk;
  2. penyusunan statistik layanan dan bimbingan masyarakat Islam,
  3. pengelolaan dokumentasi dan sistem informasi manajemen KUA,
  4. pelayanan bimbingan keluarga sakinah,
  5. pelayanan bimbingan kemasjidan,
  6. pelayanan bimbingan hisab rukyat dan pembinaan syariah,
  7. pelayanan bimbingan dan penerangan agama Islam,
  8. pelayanan bimbingan zakat dan wakaf,
  9. pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KUA, dan
  10. pelayanan bimbingan manasik haji bagi jemaah haji reguler.

Kementerian Agama sebenarnya sudah memberi perhatian kepada KUA agar KUA bisa lebih optimal melayani Masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan adanya program revitalisasi KUA yang merupakan program prioritas Kementerian Agama. Ada 3 unsur yang membutuhkan perhatian khusus dalam upaya revitalisasi KUA, yaitu (1) Sarana prasarana, (2) Sumber Daya Manusia dan (3) Sistem Layanan berbasis digital.

Jumlah KUA secara nasional terbilang banyak. Hingga tahun 2022, tercatat ada 5.913 jumlah KUA yang tersebar di seluruh kecamatan di Indonesia. Jumlah ini memang belum merata di semua kecamatan di Indonesia yang berjumlah 7.266 (data tahun 2022).

Dari jumlah KUA diatas, kondisinya, menurut satudata kemenag, sebanyak 3.857 dalam keadaaan baik, 1.566 rusak ringan dan 490 dalam keadaan rusak berat.

Masalah pembinaan Pendidikan agama, madrasah dan pondok pesantren juga perlu mendapat perhatian sejalan dengan tanggung jawab Kementerian Agama terhadap 20 % target Pendidikan nasional.

Sebagaimana dikutip dari situs Emis Kemenag, hingga Semester Genap Tahun pelajaran 2022/2023, jumlah RA dan Madrasah di Indonesia mencapai 86.608 lembaga. Raudlatul Athfal (RA) dengan 31.055 lembaga. Dengan rincian Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan 26.528 lembaga, Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan 19.177 lembaga dan Madrasah Aliyah (MA) dengan 9.848 lembaga.

Sementara itu jumlah pondok pesantren di Indonesia diperkirakan mencapai 39.167 unit yang tersebar di seluruh provinsi dengan total santri sebanyak 4,85 juta orang. Wacana revitalisasi KUA agar dapat berperan secara maksimal dalam melayani umat memang menjadi harapan semua pihak, tidak hanya untuk layanan umat Islam seperti selama ini. Karena itu diperlukan gagasan baru agar KUA lebih responsif untuk layanan semua agama.

Usul Menteri Agama agar KUA sebagai tempat pencatatan perkawinan semua agama sebenarnya hanya salah satu peran baru yang harus dimainkan oleh KUA. Karena itu, ini menjadi tugas Kementerian Agama agar merumuskan ulang peran baru KUA di masa datang agar KUA bisa melayani semua umat. Tidak semata hanya urusan pernikahan, namun juga masalah-masalah yang lain dan penting.
Wallahua’lam.