Program Transmigrasi ke Papua Masih Distop

Pertemuan Mentrans Iftitah Sulaiman, Wamentrans Viva Yoga, dan Wamendagri Ribka Haluk bahas Transmigrasi di Papua

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk menyambangi Kantor Kementerian Transmigrasi di Kalibata, Jakarta (4 November 2024). Ia disambut langsung Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi. Perempuan mantan Pj Gubernur Provinsi Papua Tengah ke Kalibata hari itu datang untuk menyamakan persepsi dan informasi terkait simpang siurnya program transmigrasi ke Papua.
 
Dalam pertemuan itu, Ribka Haluk, Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman Suryanega, Viva Yoga, dan jajaran Eselon I dan II di Kementerian Transmigrasi berdiskusi untuk meluruskan pemberitaan yang sepenggal-penggal tentang transmigrasi yang beredar di masyarakat.
 
Kepada wartawan yang men-door stop dirinya, Viva Yoga mengatakan dirinya bersama dengan Ifitah Sulaiman dan Ribka Haluk menyamakan persepsi terkait transmigrasi di Papua. Pertemuan itu dirasa penting sebab ada pemberitaan yang tidak utuh tentang pelaksanaan transmigrasi di pulau yang berbatasan dengan Papua New Guinea itu. “Kami tegaskan hingga tahun ini tidak ada rencana untuk  memberangkatkan transmigran ke Papua,” ujar politisi PAN itu.
 
Alasan belum adanya program transmigrasi tujuan Papua karena pelaksanaannya juga harus mendapatkan permintaan dari pemerintah daerah. Memindahkan penduduk diakui juga memerlukan anggaran sementara Kementerian Transmigrasi bisa dikatakan masih dalam penataan organisasi.
 
Selain faktor belum adanya permintaan dari daerah, aturan transmigrasi ke Papua juga harus mengacu pada UU Transmigrasi dan Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi) No. XV Tahun 2008. Dalam aturan yang ada, terutama perdasi, dinyatakan boleh  melakukan transmigrasi dari luar Papua ke Papua bila jumlah orang asli Papua minimal 20 juta jiwa. “Dan juga harus mendapatkan  persetujuan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP),” katanya.
 
Kementerian Transmigrasi menurut Viva Yoga patuh pada undang-undang dan perdasi. “Kita menghormati aturan yang ada,” kara Yoga. Langkah demikian ditempuh untuk menjaga Papua sebagai tetap bagian dari NKRI.
 
Meski belum ada program transmigrasi, kementerian ini tetap bekerja maksimal untuk Papua. “Kementerian Transmigrasi bersama kementerian lain bersinergi memberdayakan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan bidang lain yang dibutuhkan masyarakat di sana,” ujar Yofa. Diharapkan langkah yang demikian mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
 
Membahas transmigrasi di Papua menurut Viva Yoga dilakukan tidak hanya dengan kementerian terkait dan pemerintah daerah. Kementerian yang diurusnya disebut akan berdiskusi dengan anggota DPD Dapil Papua. “Kami akan datang ke DPD dan menjelaskan permasalahan transmigrasi,” ungkapnya.
 
Para tokoh Papua dan ormas juga dilibatkan dalam program ini. “Kalau ada transmigrasi di sana, itu transmigrasi lokal yakni memindahkan orang asli Papua ke daerah lain yang masih dalam satu provinsi atau pulau,” ujarnya.
 
Meski belum ada transmigrasi di Papua namun program ini tetap berjalan untuk wilayah lainnya. “Tahun ini kita memberangkatkan 121 kepala keluarga di 7 kabupaten yang tersebar di Pulau Sulawesi dan Kalimantan,” tuturnya.
 
Sebelumya di berbagai media online diberitakan Ketua Pemuda Katolik Papua, Melianus Asso, mengatakan rakyat Papua tidak butuh transmigrasi namun membutuhkan pendidikan, kesehatan, akses air bersih, listrik, dan fasilitas dasar lainnya. Hal yang sama dikatakan Ketua Pemuda Katolik Papua Tengah, Tino Mote, menyebut pentingnya menjaga lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat lokal, masyarakat adat.
 
Sedang Ketua Pemuda Katolik Papua Pegunungan, Tadeus Mabel, memberi saran agar pemerintah pusat mendukung kebijakan yang memungkinkan masyarakat adat mengelola dan melindungi hutan adat mereka sendiri.