TATKALA WASHINGTON IRVING BERKISAH TENTANG ALHAMBRA

“Aku akan tinggal berlama-lama di sini sampai berhasil menulis tentang tempat ini,” demikian suatu hari pada tahun 1829 Washington Irving berkata pada sejawatnya dari Spanyol saat pertama kali melihat Alhambra. Pak Irving ini penulis, novelis, esais. sejarawan terkenal Amerika. Ia dipuja penulis besar Eropa macam Charles Dicken, Mary Shelley dan tentu saja penulis-penulis Amerika setelahnya macam Allan Edgar Poe.

Status selebritasnya membuat ia dengan mudah mendapat akses ke Alhambra.

Keinginan untuk berlama-lama di Alhambra tak terpenuhi. Juli 1829 ia meninggalkan Granada dan Spanyol karena ditunjuk menjadi dubes AS untuk Inggris. Tapi karena ia sudah pernah menginap di sana dan sempat membuat garis besar tulisan mengenai istana benteng itu. Dalam tiga tahun terbitlah karyanya “Tales of Alhambra”.

Oh ya bila Anda penggemar Johnny Depp atau sinema horor, mungkin pernah menonton film tentang seorang pengendara kuda tanpa kepala dengan tangan membawa pedang dan bergentayangan mencari mangsa saat matahari terbenam. Ya “Sleepy Hollow:, film bikinan Tim Burton itu diangkat berdasarkan salah satu cerita yang ditulis oleh Irving.

Kembali ke Alhambra.

Mengapa Eashington Irving begitu penasaran dengan istana tersebut?

Karena dalam buku sebelumnya beliau menulis tentang Christoper Columbus. Sebagai info, penjelajah Genoa itu diberi mandat dan uang untuk mencari emas ke India tapi dengan rute menghindari lautan yang dikuasai ketat oleh Turki Ustmani. Penyerahan mandat itu dilakukan di istana Alhambra.

Menurut sejarawan Maria Rosa Menocal saat Raja Ferdinand dan Ratu Isabella menerima penyerahan kunci istana dari amir terakhir Granada, Muhammad XII, Columbus turut menyaksikan peristiwa tersebut.

Itulah keterkaitan Columbus dengan Alhambra yang membuat Washington Irving tertarik.

Penulis yang juga kelak menjadi duta besar AS untuk Spanyol itu menurut kritikus sastra jagoan merangkai kalimat-kalimat imajinatif. Dan saking liarnya dia punya imajinasi, menurut kritikus, ia menulis karakter Columbus berlawanan dengan fakta sejarah sebenarnya. Dan ia bangga dengan karya yang satu itu dengan mencantumkan nama aslinya di sampul buku. Karya pertama yang ia sebar dengan nama asli.

Namun “Tales of Alhambra”, karya yang ia jual dengan nama samaran itu, tak disangka memikat pembaca barat. Hanya dengan kalimat.

Sebab buku dengan foto sederhana baru terbit pertama kali 11 tahun setelah “Tales of Alhambra”.

Popularitas Tales of Alhambra merambah ke bidang lainnya: arsitektur. Barat mulai melirik arsitektur Alhambra sebagai acuan.

Muncullah aliran seni arsitektur Moorish Revival (Kebangkitan Moor). Aliran yang menjadikan Alhambra dan arsitektur yang umum digunakan kaum muslimin.

Hampir seabad setelah “Tales of Hambra” terbit, minimal ada lima gedung di Amerika diberi dengan nama Alhambra. Tak terhitung lagi yang dinamakan dengan nama-nama Granada, Baghdad atau lebih banyak lagi dengan nama-nama yang tempatan termasuk Shrine Auditorium, misalnya,; nama terakhir kalau Anda pernah menonton pagelaran Oscar, Grammy atau bahkan MTV pasti tak asing, juga didesain dengan aliran ini.

Lalu apa yang membuat Alhambra spesial sehingga pembaca Barat masa itu bergitu terpikat?

Karena asalnya dibuat untuk pertahanan alias benteng, dari luar Alhambra tampak ‘biasa’.

Dinasti Bani Nasr fokus memperindah bagian dalam. Dan itu dilakukan secara teliti.

Jendela misalnya dibuat dengan memikirkan aliran udara saat musim panas, dingin, juga keluar masuk udara dan cahaya. Sehingga ruangan dalam tidak panas saat musim panas dan hangat pada musim dingin.

Sementara dekorasi dinding dan langit-langit berupa pola geometri, ayat Al-Qur’an dan puisi-puisi Arab, hingga pola-pola sarang lebah atau honeycomb dibuat dengan teknik plester gypsum suatu kepandaian yang didapat orang-orang Arab saat menaklukkan Persia.

Alhambra punya sistem pengairan yang kokoh dan mudah dipelihara (mengingat Alhambra berada di atas bukit) untuk taman, kolam (yang fungsinya juga untuk memberi efek sejuk pada penghuni) dan kamar mandi (ratu Rusia terakhir Alexandra Feodorovna bahkan minta dibuatkan tiruannya) hingga pelimbahan (waste system) juga dirancang dengan baik sehingga bahkan memenuhi syarat hunian modern.

Bandingkan dengan Istana Versailles (yang dibangun hampir 400 tahun kemudian) yang bahkan tak punya toilet untuk buang hajat.

Tapi Alhambra sebagai mana kita ketahui adalah monumen akhir kejayaan bangsa Arab Muslim di Spanyol dan Eropa.

Boabdil (begitu orang Eropa masa itu menyebut Muhammad XII) tak berdaya dan menyerah pada penguasa Kastila dan Aragon.

Ia menangis, dan dihardik ibunya karena itu, saat meninggalkan Granada menuju tempat pengungsiannya di Fez, Maroko dan hidup sejahtera serta membangun istana. Sebab selain membawa tulang belulang sekitar 70 nenek moyangnya ia juga membawa semua harta benda berharga.